REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Satuan Kerja Khusus Pelaksana Hulu Migas (SKK Migas) mencatat, hingga September 2018 realisasi lifting migas sebesar 89 persen dari yang dipatok APBN sebesar 2 juta barel setara minyak per hari. Kepala SKK Migas, Dwi Sucipto menjelaskan total lifting migas sebesar 1,8 juta barel setara minyak tersebut terdiri dari lifting minyak 745 ribu bopd dan lifting gas 1,05 juta boepd.
"Realisasi lifting minyak dan gas bumi (migas) hingga September 2019 mencapai 89 persen dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebesar 2 juta barel," ujar Dwi di Kantor SKK Migas, Kamis (24/10).
Lifting yang masih kurang dari target ini kemudian mempengaruhi realisasi penerimaan negara. Ia menjelaskan hingga September penerimaan negara dari lifting migas tercatat 10,9 miliar dolar AS.
“Hal ini (penerimaan negara) juga dipengaruhi ICP (Indonesia Crude Price) yang sebesar 60-an dolar AS per barel. Ini cukup jauh di bawah target asumsi makro APBN yaitu 70 dolar AS,” ujar Dwi.
Tak tercapainya lifting migas, kata Dwi selain karena penurunan produksi alami juga karena masih adanya deadstok. Hingga akhir tahun nanti, kata Dwi SKK akan mendorong KKKS untuk bisa memaksimalkan hal ini.
Untuk bisa mendorong percepatan produksi, Dwi menjelaskan SKK juga menerapkan berbagai strategi seperti penerapan EOR dan juga mengakselerasi monetisasi proyek-proyek utama, sehingga mempercepat potensi sumberdaya menjadi lifting.
"Strategi terakhir dalam menahan penurunan produksi alami serta mendorong peningkatan produksi adalah dengan menjaga keandalan fasilitas produksi, maksimalisasi kegiatan kerja ulang dan perawatan sumur, reaktivasi sumur tidak berproduksi (idle), dan inovasi teknologi," ujar Dwi.