Kamis 24 Oct 2019 07:28 WIB

Cukai Rokok Naik Berpotensi Turunkan Serapan Pasar

Kenaikan cukai tambakau akan berdampak pada psikologis konsumen.

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Friska Yolanda
Kantor Wilayah Bea Cukai Bali, NTB, dan NTT (Kanwil Bea Cukai Bali Nusra) beserta kantor-kantor pengawasan Bea Cukai di lingkungan Bali dan Nusa Tenggara melaksanakan Operasi Gempur Rokok Ilegal.
Foto: Humas Bea Cukai
Kantor Wilayah Bea Cukai Bali, NTB, dan NTT (Kanwil Bea Cukai Bali Nusra) beserta kantor-kantor pengawasan Bea Cukai di lingkungan Bali dan Nusa Tenggara melaksanakan Operasi Gempur Rokok Ilegal.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dikeluarkannya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 152/PMK.010/2019 mengesahkan kenaikan cukai tembakau mulai 1 Januari 2020 sebesar 21,55 persen. Rata-rata kenaikan cukai tembakau tahun depan naik dua kali lipat dibandingkan tahun 2018, yang mana di tahun 2019 tidak terjadi kenaikan pada cukai tembakau.

Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Elestianto Dardak mengatakan kenaikan cukai tambakau di tahun depan akan berdampak pada psikologis konsumen. Hal ini berakibat pada serapan pasar.

Baca Juga

“Kenaikan ini yang ditumpuk di satu waktu, akan terdampak pada serapan pasar yang menyebabkan industri bukan lagi turun, tetapi anjlok,” ucap Emil, Kamis (24/10).

Hal inilah yang dikeluhkan para pelaku Industri Hasil Tembakau (IHT) ketika menemui Emil beberapa waktu sebelumnya. Sebagai wakil Gubernur, Emil mengatakan Jawa Timur merupakan provinsi terbesar ke dua di sektor tembakau dan banyak masyarakat Jawa Timur yang bergantung pada sektor tersebut.

Berdasarkan data Dirjen Perkebunan di tahun 2017, petani tembakau Indonesia mencapai jumlah 2,3 juta orang yang 83 persenya berada di area Jawa Tengah dan Jawa Timur. Emil menyadari, komoditas tembakau adalah sektor yang dibatasi oleh pemerintah dengan pertimbangan kesehatan.

“Namun ada komoditas komoditas negatif yang belum mendapatkan pembatasan yang sama seperti tembakau,” tegasnya.

Pada PMK No 152/PMK.010/2019 tidak tertuang pasal yang mengatur adanya penerapan simplifikasi cukai rokok dan penggabungan batas produksi SKM dan SPM. Hal ini tentu memberi sedikit ketenangan bagi sebagian IHT yang usahanya berpotensi terancam jika kedua aturan tersebut diterapkan.

Emil juga menyampaikan keberatan dari industri jika ada klasifikasi pengelompokan industri dengan penyederhananaan. “Industri keberatan jika ada mengklasifikasi pengelompokan industri secara sederhana,” tutupnya.

Aturan tarif cukai tembakau ditandatangani oleh Sri Mulyani Indrawati pada 18 Oktober 2019. PMK No 152/PMK.010/2019 mulai berlaku diundangkan pada 21 Oktober 2019. Dalam PMK No 152/PMK.010/2019 kenaikan rata-rata cukai tembakau tahun 2020 sebesar 21,55 persen.

Kenaikan tarif cukai tembakau tahun 2020 pada Sigaret Kretek Mesin (SKM) sebesar 23,29 persen, Sigaret Putih Mesin (SPM) naik 29,95 persen dan Sigaret Kretek Tangan (SKT) naik 12,84 persen.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement