Selasa 22 Oct 2019 21:23 WIB

Investor Diburu Hingga ke Negeri Tirai Bambu

BKPM mempromosikan sejumlah industri ke luar negeri, salah satunya furnitur ke Cina.

Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Lembong menyampaikn realisasi investasi kuartal III di Gedung BKPM, Jakarta, Kamis (27/10).
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Lembong menyampaikn realisasi investasi kuartal III di Gedung BKPM, Jakarta, Kamis (27/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --- Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menggandeng Kementerian Perindustrian dan para pengusaha furnitur nasional, bertemu dengan para pengusaha furnitur dari Guangzhou, Foshan dan Shandong. Ini dilakukan untuk menarik investor furnitur dari Cina.

Upaya promosi proaktif itu dilakukan BKPM dalam rangka mengambil momentum perang dagang Amerika dan Cina yang membuat dunia usaha Cina akan melakukan relokasi ke kawasan Asia Tenggara. Kepala BKPM, Thomas Lembong bertemu langsung dengan Wakil Gubernur Provinsi Guangdong Ouyang Weimin dan Wakil Walikota Foshan Tan Ping untuk meningkatkan kerja sama di berbagai bidang, khususnya mendorong investasi perusahaan furnitur mereka ke Indonesia. 

Selain itu juga ada pertemuan dengan para pengusaha besar industri furnitur, serta kegiatan Forum Bisnis yang dihadiri 150 pengusaha besar furnitur dari wilayah Provinsi Shandong dan Provinsi Guangdong yaitu dari Dongguan, Foshan, Shenzen dan  Guangzhou. Antusiasme para pengusaha Cina pun sangat tinggi. Hal itu bisa terlihat dengan banyaknya para pengusa Cina bertanya tentang berbagai detail regulasi, kesiapan rantai pasok industri dan bahan baku serta lokasi yang ditawarkan. 

Thomas menyampaikan di tengah kondisi perang dagang yang diprediksi akan  berlangsung lama adalah saat yang tepat bagi pengusaha furnitur Cina untuk berinvestasi di Indonesia. Menurutnya, Cina sudah saatnya beralih menjadi negara basis industri-industri berteknologi tinggi dan ramah lingkungan.

 

photo
Presiden Joko Widodo (kiri) didampingi Kepala BKPM Thomas Lembong (kanan).

Selain itu, disampaikan latar belakang Presiden Jokowi sebagai pengusaha furnitur serta beberapa parameter-parameter perbaikan iklim investasi di Indonesia, antara lain ketersediaan infrastruktur jalan tol lintas Jawa, pelabuhan ekspor impor Tanjung Mas, bandar udara internasional, keberadaan politeknik furnitur di Kendal, Jawa Tengah, insentif-insentif yang dapat diberikan pemerintah, serta lokasi-lokasi klaster yang ditawarkan yang meliputi kawasan Kendal, Pemalang dan Sukoharjo, Provinsi Jawa Tengah.

“Pemerintah Indonesia mengundang pengusaha-pengusaha Cina khususnya di bidang furnitur untuk melakukan kunjungan ke Indonesia. BKPM bersama-sama Kementerian Perindustrian, asosiasi usaha dan Pemerintah Daerah akan mengupayakan courtesy meeting di Indonesia sekiranya diperlukan," kata Thomas Lembong di Jakarta, Selasa (18/6).

Selain itu, kata Thomas Lembong, BKPM juga akan mengatur beberapa factory dan site visit untuk menjajaki lokasi pengembangan klaster industri furnitur. "Dan kemungkinan kolaborasi dengan industri furnitur lokal," kata Thomas Lembong.

Ia menjelaskan saat ini Pemerintah tengah berupaya fokus mengembangkan Provinsi Jawa Tengah sebagai basis klaster industri furnitur berorientasi ekspor dalam skala  besar. Namun tidak menutup kemungkinan pengembangan ini dilakukan di lokasi-lokasi potensial lainnya.

Pertemuan dengan sejumlah pengusaha Cina, adalah salah satu cara yang dilakukan BKPM untuk mengejar target kenaikan Penanaman Modal Asing (PMA). Thomas optimistis Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Penanaman Modal Asing (PMA) tumbuh dua angka atau di atas 10 persen hingga akhir 2019.

"Prediksi saya untuk setahun penuh 2019 PMA dan PMDN pertumbuhannya kembali ke dua digit," kata Thomas.

Thomas Lembong memprediksi posisi PMA di Indonesia akan semakin positif mengingat perang dagang yang terjadi antara Amerika Serikat (AS) dan China membuat beberapa industri merelokasi pabriknya dari China ke kawasan lain. Saat ini, kata dia, investor mulai menyadari mereka perlu mendiversifikasi lokasi pabrik, sehingga tidak hanya berkumpul di satu negara tertentu.

"Memang yang sedang tren di dunia investasi, di kalangan investor adalah diversifikasi lokasi pabrik. Jangan punya konsentrasi yang berlebihan di satu kawasan tertentu. Itu menjadi sebuah risiko," ujar Thomas Lembong.

Di beberapa negara terjadi masalah dan tantangan stabilitas politik dan ekonomi makro. Bahkan terdapat negara yang mata uangnya anjlok hingga 50 persen.

photo
Kepala BKPM Thomas Lembong (kiri).

Sementara Indonesia memiliki stabilitas ekonomi makro dan politik yang relatif stabil, sehingga hal ini menjadi peluang Indonesia untuk menarik investasi. "Kita kan tidak ada blunder yang signifikan, volatilitas dan fluktuatif yang berlebihan tidak ada, kita stabil, rasional, pelan-pelan di dunia yang penuh ketidakpastian dan bahkan dari waktu ke waktu ada kekacauan. Kita seperti oasis, stabilitas dan akal sehat," kata Thomas Lembong.

Dalam hal ini Indonesia berupaya menangkap peluang investasi melalui sejumlah insentif yang ada, di antaranya tax holiday, tax allowance, dan super deduction tax. Tahun ini BKPM menargetkan realisasi investasi mencapai Rp 792,3 triliun naik dari pencapaian realisasi investasi pada 2018 sebesar Rp 721,3 triliun.

"Kondisi positif pasca-pemilu diyakininya dapat menggenjot realisasi investasi yang sebelum Pemilu masih dibayangi aksi wait and see," ucapnya.

Integrasi Indonesia

Thomas Lembong optimistis integrasi Indonesia dengan ekonomi internasional akan semakin meningkat karena pemerintah selama lima tahun terakhir mendorong infrastruktur sebagai fondasi utama investasi. "Indikator daya saing infrastruktur kita menempati rangking 72 dari 141 negara. Coba bayangkan jika pemerintahan Jokowi tidak membangun infrastruktur, seberapa jauh kita akan merosot," katanya dalam forum Investasi dan Perdagangan Indonesia 2019 di Jakarta.

Menurut dia, peringkat tersebut Indonesia masih mengalami defisit infrastruktur sehingga memiliki peluang besar untuk melakukan integrasi dengan pasar internasional untuk menarik investasi. Ia berharap infrastruktur menjadi fondasi untuk mendorong internasionalisasi ekonomi Indonesia karena selama ini persentase ekspor impor masih terbilang rendah dibandingkan negara tetangga. Konsekuensinya, lanjut dia, kecanggihan ekonomi Indonesia bisa semakin kalah dengan negara tetangga yang lebih terintegrasi dengan ekonomi di regional dan internasional, jika porsi ekspor impor terus rendah.

Thomas mengatakan, negara tetangga saat ini juga tidak statis dalam mengejar inovasi, promosi investasi, perjanjian dagang hingga perbaikan bidang tenaga kerja untuk mendorong integrasi ekonomi dengan dunia. Dengan membuka diri dan mengundang investor dan pelaku paling canggih dan modern serta inovatif ke dalam negeri, kata dia, maka banyak contoh terbaik bisa dihadirkan ke Indonesia.

"Kita belum berhasil mendongkrak ekspor impor, investasi. Tapi melihat prestasi pemerintah lima tahun terakhir, saya yakin kita sudah meletakkan fondasinya terutama infrastruktur," kata Thomas.
photo
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Lembong.

Sementara itu, terkait daya saing Indonesia yang turun peringkat dari 45 ke posisi 50, Thomas mengakui peringkat itu merupakan yang paling rendah sejak tujuh tahun terakhir. Untuk itu, ia mendorong agar daya saing bisa ditingkatkan karena penurunan peringkat itu mendesak untuk ditindaklanjuti.

Dia mengutip hasil World Economic Forum (WEF) yang menyebutkan sejumlah indikator yang membuat daya saing RI menurun, di antaranya pasar tenaga kerja dan kesehatan publik. Sedangkan, indikator utama yang mendorong keunggulan daya saing Indonesia adalah pangsa pasar yang besar dan dinamika bisnis.

"Akar dari segalanya adalah mindset atau mental. Revolusi mental bagi saya itu kontribusi utama. Itu tantangan dan peluang bagi lima tahun ke depan untuk diperluas," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement