Kamis 17 Oct 2019 15:45 WIB

Produksi Obat Herbal Bantu Dorong Kurangi Impor Obat

Produksi obat herbal dalam negeri hemat devisa karena gunakan bahan baku Indonesia.

Rep: Farah Noersativa/ Red: Indira Rezkisari
(Ki-ka) Direktur Dexa International Business Anndy Sembiring, Advisor Dexa International Business Grace Pandji, Presiden Direktur PT Ferron Par Pharmaceuticals Krestijanto Pandji, Pimpinan Dexa Group Ferry Soetikno, Sales Director OGB Dexa Tarcisius Randy, Direktur Dexa Laboratories of Biomolecular Science Dr Raymond Tjandrawinata, Chief Information Officer Dexa Medica Wimala Widjaja, di booth Dexa Group di Trade Expo Indonesia.
Foto: Dok Dexa Group
(Ki-ka) Direktur Dexa International Business Anndy Sembiring, Advisor Dexa International Business Grace Pandji, Presiden Direktur PT Ferron Par Pharmaceuticals Krestijanto Pandji, Pimpinan Dexa Group Ferry Soetikno, Sales Director OGB Dexa Tarcisius Randy, Direktur Dexa Laboratories of Biomolecular Science Dr Raymond Tjandrawinata, Chief Information Officer Dexa Medica Wimala Widjaja, di booth Dexa Group di Trade Expo Indonesia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Ferron Par Pharmaceuticals, bagian dari Dexa Group mendorong Indonesia mengurangi impor obat dengan memproduksi obat-obat herbal. Presiden Direktur PT Ferron Par Pharmaceuticals Krestijanto Pandji mengatakan, hal itu merupakan salah satu upaya mengurangi impor obat.

"Indonesia ini kan banyak impor. Kita ada upaya mengurangi impor, yaitu dengan menggunakan obat-obat herbal asli indonesia, yang punya khasiat yang luar biasa mirip dengan obat," ungkap Krestijanto, ditemui di Trade Expo Indonesia, di ICE BSD, Tangerang, Rabu (16/10).

Baca Juga

Dengan memproduksi obat herbal bikinan dalam negeri, hal itu akan membuat Indonesia bisa menghemat devisa yang ada untuk menggunakan bahan baku asli Indonesia. Dengan demikian, hal itu akan berdampak besar ke petani bahan baku di Indonesia.

"Hubungan antara petani dan industri akan menjadi satu kesinambungan yang luar biasa," jelas Krestijanto.

Salah satu fokus perusahaannya, kata dia, adalah pembuatan obat herbal pengganti Ranitidine yang baru saja ditarik oleh Badan POM. Adalah Redacide, produk yang merupakan obat herbal berasal dari bahan baku asli Indonesia.

Pembuatan obat itu, kata dia, menggunakan 100 persen bahan baku asli Indonesia. Adapun bahan utamanya adalah kayu manis yang diambil dari Gunung Kerinci.

"Oleh karena itu, kami juga butuh dukungan, agar kita bisa menyebarkan informasi mengenai obat-obat herbal asli Indonesia untuk mengurangi ketergantungan terhadap obat impor," jelas dia.

Sementara itu, impor bahan baku dikatakan oleh Krestijanto juga masih memiliki persentase yang besar. Sekitar 80 persen bahan baku masih impor dari luar negeri.

Oleh sebab itu, dia pun mendorong secara perlahan dengan mensubtitusi bahan baku impor dengan baku lokal. "Jadi kita tidak perlu impor lagi, dan justru kita malah ekspor sesuai dengan amanah Presiden khususnya melalui Inpres No. 6/2016 (tentang tentang Percepatan Pengembangan Industri Farmasi dan Alat Kesehatan)," jelas dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement