REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengungkapkan kekayaan biodiversitas yang dimiliki Indonesia potensial untuk mengembangkan industri obat tradisional yang dapat dioptimalkan demi kesejahteraan bangsa.
"Keanekaragaman hayati Indonesia menyimpan potensi besar dalam menemukan senyawa-senyawa baru dan aktivitas farmakologis. Hal itu dapat membantu mengatasi tantangan penyakit infeksi," kata Ketua Majelis Profesor Riset BRIN Gadis Sri Haryati di Jakarta.
Berdasarkan kajian BRIN, kata dia, produk alami tetap menjadi sumber penting dari struktur baru obat-obatan, meskipun bukan merupakan entitas obat terakhir. Jumlah obat-obatan alami untuk anti-bakteri mencapai 90 jenis, anti-kanker ada 79 obat-obatan, dan anti-inflamasi sebanyak 50 jenis.
Secara komposisi obat-obatan tradisional saat ini sebanyak 37 persen berasal dari tanaman, 26 persen jamur, 33 persen bakteri, dan 7 persen maritim.
Kepala Organisasi Riset Kesehatan BRIN Indi Dharmayanti mengungkapkan berbagai jenis tumbuhan mengandung senyawa aktif. Seperti potensi anti-mikroba, anti-inflamasi, anti-jamur, dan berbagai manfaat obat lainnya.
Menurut dia, potensi itu menjadi dasar pengembangan obat-obatan baru yang dapat meningkatkan kesehatan masyarakat. "Tantangan utama yang harus dihadapi adalah bagaimana memproduksi obat tradisional yang baik dan terstandar dari sisi keamanan, mutu, serta efikasinya," kata Indi.
Beberapa tumbuhan yang berpotensi sebagai kandidat obat baru antivirus adalah cocor bebek, pohon barus, pohon trengguli, dan kenanga. Ekstrak daun cocor bebek memiliki dua senyawa anti-hepatitis C, yaitu quercetin dan asam galat. Kedua senyawa itu bisa menjadi kandidat yang baik untuk merancang pengembangan obat antivirus baru untuk pengobatan penyakit infeksi.
Kemudian, vaticanol B sebagai senyawa daun pohon barus juga berperan sebagai anti-hepatitis C. Senyawa itu memberikan efek antivirus terutama melalui efek virusidal langsung.
Adapun kenanga memiliki aktivitas anti-hepatitis B yang menjanjikan. Analisis lebih lanjut terhadap ekstrak kasar kenanga diperlukan untuk mengidentifikasi senyawa bioaktif yang merupakan kandidat menjanjikan untuk pengembangan obat anti-virus alternatif untuk pengobatan hepatitis B.