Kamis 17 Oct 2019 12:24 WIB

Produk Bersertifikasi Halal Ikuti Konsep Halalan Thayyiban

Produk bersertifikat, selain halal juga harus baik.

Penandatanganan Nota Kesepahaman tentang Penyelenggaraan Layanan Sertifikasi Halal bagi Produk yang Wajib Bersertifikat Halal, di Istana Wapres, Jalan Merdeka Utara No.15, Jakarta, Rabu (16/10).
Foto: setwapres
Penandatanganan Nota Kesepahaman tentang Penyelenggaraan Layanan Sertifikasi Halal bagi Produk yang Wajib Bersertifikat Halal, di Istana Wapres, Jalan Merdeka Utara No.15, Jakarta, Rabu (16/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden Jusuf Kalla menegaskan produk bersertifikasi halal harus mengikuti konsep halalan thayyiban.  Tujuan dari pemberlakukan jaminan produk halal adalah untuk meningkatkan mutu serta memperlancar pemasaran di industri.

“Konsep sekarang ini kita tidak hanya memberikan sertifikasi produk halal tapi harapannya lebih maju yaitu halalan thayyiban, yaitu halal dan baik, sebagai amanat dari pelaksanaan undang-undang dan peraturan pemerintahnya," ujar Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla pada acara Penandatanganan Nota Kesepahaman tentang Penyelenggaraan Layanan Sertifikasi Halal bagi Produk yang Wajib Bersertifikat Halal, Rabu (16/10).

Baca Juga

Maka dengan halalan thayyiban masyarakat bisa yakin betul bahwa itu halal dan baik tidak membahayakan. Sebab, bisa saja halal tapi bahannya berbahaya untuk masyarakat.

Wapres pun mengimbau, konsep sertifikasi tersebut selain halalan thayyiban juga harus efisien, terutama dari segi pembiayaan.

“Jadi satu kali konsep akan menghasilkan dua sertifikat, konsep two in one tersebut tentu harus efisien, termasuk dalam pembiayaan, tingginya biaya sertifikasi bagi perusahaan besar tidak akan menimbulkan masalah, namun bila itu berlaku bagi UKM akan menimbulkan masalah,” ucap Wapres.

Sebab itu, menurut JK, UKM perlu mendapat bantuan. UKM harus diberikan biaya yang rendah,  apalagi umumnya UKM orang-orang kecil di daerah.

Wapres berpesan bahwa dalam pelaksanaan sistem tersebut harus bekerja sama dengan pihak-pihak terkait. Dalam hal ini, Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) sebagai pelaksana teknisnya akan bekerjasama dengan BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) karena BPPOM juga melaksanakan undang-undang mengenai pengawasan obat dan makanan.

"Sehingga yang perlu diperhatikan adalah, disatukan pelaksanaannya, pembayaran biayanya satu kali, dan BPOM merupakan instansi yang mempunyai laboratorium diseluruh Indonesia akan memudahkan dalam pelaksanaan dan pengawasannya,” ucap Wapres.

Mengingat UU JPH akan segera diberlakukan, Wapres menekankan agar ada sinkronisasi dalam pelaksanaannya, sehingga peraturan tersebut dapat dipahami oleh semua lapisan masyarakat. Bahkan ia meminta Perguruan Tinggi Negeri turut mensosialisasikannya.

"Besok mulai berlaku [Undang-Undang] Jaminan Produk Halal, jangan sampai masyarakat menganggap diberlakukan secara tiba-tiba sehingga perlu sinkronisasi semuanya, pemberlakukan jaminan produk halal dilalukan secara bertahap, butuh waktu untuk 5 tahun dalam implementasinya karena itu sistem harus benar-benar dipahami,” kata Wapres.

Sebelumnya, Menteri Agama Lukman Hakim menyampaikan bahwa pemberlakukan jaminan produk halal tersebut mulai tanggal 17 Oktober 2019 sampai dengan 17 Oktober 2024, dilakukan secara bertahap. Pada tahap pertama akan diberlakukan pada produk makanan dan minuman.

Lukman menyampaikan bahwa BPJPH sebagai pelaksana teknis tidak dapat bekerja sendiri sehingga perlu kerjasama dan sinergitas dengan berbagai pihak untuk menyelenggarakan jaminan produk halal tersebut dengan baik.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement