REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) membangun kerja sama sinergis bersama Bank Indonesia, kementerian/lembaga terkait serta Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK) terkait pencapaian target inklusi keuangan sebesar 75 persen pada akhir 2019. Salah satu bentuk kegiatan sinergi dengan kembali menggelar Bulan Inklusi Keuangan (BIK) selama Oktober 2019, yang melibatkan kantor OJK dan PUJK serta stakeholder di daerah.
Anggota Dewan Komisioner OJK Bidang Edukasi Perlindungan Konsumen Tirta Segara mengatakan pencapaian target inklusi dilakukan dengan kampanye dan sosialisasi serta berbagai penjualan produk/jasa keuangan.
“Tahun ini target inklusi keuangan sebesar 75 persen akan tercapai. Sekarang (September) sudah melewati angka dari target tersebut,” ujarnya saat acara FinExpo & Sundownrun 2019 di Restoran Madame Delima, Jakarta, Selasa (15/10).
Menurutnya pelaksanaan BIK dapat meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap produk dan layanan jasa keuangan serta mendorong akselerasi penambahan jumlah rekening maupun penggunaan produk dan layanan jasa keuangan.
“Kolaborasi aktif antara regulator dan PUJK sangat diperlukan. Hal ini penting untuk saling mendukung dalam meningkatkan literasi keuangan,” ucapnya.
Tirta menyebut OJK dan Bank Indonesia juga akan mengedepankan sisi perlindungan konsumen guna membangun dan menjaga kepercayaan masyarakat terhadap industri sektor keuangan.
“Untuk meningkatkan perlindungan terhadap hak-hak konsumen, khususnya di era digitalisasi yang semakin canggih dan kompleks, OJK juga terus meningkatkan upaya pelayanan konsumen melalui Kontak OJK 157,” ucapnya.
Sejak 2013, OJK memberikan tiga jenis layanan terkait dengan produk dan layanan di sektor keuangan antara lain layanan penerimaan informasi (laporan), layanan pemberian informasi (pertanyaan) dan layanan penanganan pengaduan.
Sementara Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia Onny Widjanarko menambahkan inklusi keuangan dapat meningkatkan ketahanan pasar keuangan dalam negeri. Setidaknya peningkatan inklusi keuangan harus didukung kementerian dan lembaga keuangan terkait yang selaras dengan sistem pembayaran Bank Indonesia.
“Kehadiran digital maka harus seimbang inovasi dan stability. Maka perlindungan konsumen harus di depan sekaligus sejalan dengan kemajuan produk keuangan harus seimbang,” ucapnya.