REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pertanian (Kementan) menyatakan luas panen padi pada bulan Desember mendatang diprediksi sekitar 1 juta hektare. Dari luas panen tersebut, diperoleh produksi Gabah Kering Giling (GKG) sebesar 5,2 juta ton atau sekitar 2,6 juta ton beras, lebih dari cukup untuk konsumsi sebulan
Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan, Kementerian Pertanian (Kementan) Gatut Sumbogojati, mengatakan, prediksi luas panen 1 juta hektare pada Desember mendatang diharapkan bisa tercapai. Area panen pada Desember itu saat ini tengah memasuki proses masa tanam
"Paling minimal 80-90 persen bisa dicapai untuk mengamankan pasokan," kata Gatut di Jakarta, Kamis (10/10).
Meski produksi kurang dari 1 juta ton, atau di bawah dari konsumsi nasional per bulan sebesar 2,3-2,5 juta ton, Kementan menilai produksi tetap cukup. Sebab, pasokan beras hingga saat ini sangat mencukupi bahkan diklaim surplus di setiap daerah. Itu salah satunya ditunjukkan dari stok beras Bulog di gudang saat ini sekitar 2,5 juta ton sebagai persediaan.
Gatut mengatakan, tahun 2020 Indonesia dipastikan tidak perlu impor beras karena pasokan yang cukup besar pada tahun ini. Awal tahun 2020, yang biasa kerap terjadi kenaikan harga dan berujung pada importasi beras dipastikan tidak akan terjadi lagi.
Kementan, kata Gatut, telah berkomunikasi intensif dengan Kementerian Perdagangan dan Kementerian Koordinator Perekonomian terkait tidak perlunya impor beras tahun depan. Menurut dia, impor yang terjadi pada awal tahun di tahun-tahun sebelumnya karena ada perhitungan teknis lain soal perberasan.
Itu sebabnya, meski Kementan mengklaim pasokan cukup, importasi tetap dibuka untuk menjaga harga pangan dalam negeri. Tahun ini, total stok beras diperkirakan 5,5 juta ton. Ini lebih tinggi dibanding stok tahun lalu sebesar 3,3 juta ton beras.
"Kalau itu tercapai, kita tidak perlu impor beras tahun ini dan seterusnya," kata Gatut
Sementara itu, Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA), Winarno Tohir, mengatakan, posisi beras yang cukup saat ini diharapkan tidak membuka keran impor. Sebab, impor beras akan merugikan petani terutama saat awal tahun menjelang musim panen rendeng pertama.
Menurut Winarno, stok beras yang ada bisa lebih dari yang dihitung oleh BPS saat ini. Sebab, metode penghitungan pasokan gabah dan beras oleh BPS masih perlu perbaikan untuk lebih valid. "Informasi soal penuhnya gudang Bulog menunjukkan impor tidak perlu lagi," kata dia.