Kamis 10 Oct 2019 06:09 WIB

Lika Liku Andy Lim Membesarkan Malinda Furniture Gallery

Furnitur premium lumayan potensial peminatnya, mereka lebih menyukai yang simpel.

Rep: Herning Banirestu(swa.co.id)/ Red: Herning Banirestu(swa.co.id)
img_0164.jpg
img_0164.jpg

Andy Lim (kanan) pemilik Malinda Gallery, Jane Seymour dan Michael Amini

 

Kelas menengah-atas di Indonesia sangat potensial untuk digarap. Mengutip data dari laman Kemenkeu masyarakat di kelas menengah ke atas tumbuh lebih dari 50 juta dan dan 120 juta penduduk merupakan aspiring middle class (kelas menengah harapan) yakni kelompok yang tidak lagi miskin dan menuju kelas menengah yang lebih mapan.

Pasar inilah yang serius digarap salah satunya oleh Andy Lim pemilik Malinda Furniture Gallery, pemain mebel impor yang sudah 20 tahun lebih bergerak di bisnis ini. Ia mengakui, pasar di segmen ini sangat menarik, karena mereka selalu mencari desain baru untuk mendukung dekorasi rumahnya namun tidak sensitif harga.

“Tren furnitur premium lumayan potensial peminatnya, mereka kini lebih menyukai yang lebih simpel, netral dan light color,” katanya di MAJS Living di Kemang (22/09/2019). Andy mengaku sudah berkecimpung di bisnis impor firnitur 20 tahun lebih.

“Salah satu produk impor furnitur mewah yang digemari pelanggan kami adalah koleksi Jane Seymour-Michael Amini. Saya kenal mereka 8-9 tahun lalu ketemu Michael saat peluncuran koleksi Jane di luar negeri. Benar saja di Indonesia koleksi mereka sangat disambut, belum pernah jual impor bed room set sampai 75 set, ini masuk salam premium bed dalam 4 tahun terakhir. Kunci keunggulan premium produk dengan merek lain, mereka selalu memberikan kualitas dan desain terbaik,” ungkap Andy.

Andy meyakini generasi muda memiliki tingkat edukasi yang makin baik, juga memiliki pengetahuan tentang produk gaya hidup dan sophisticated yang bagus juga, maka itu percaya selalu ada pasar di segmen ini dalam kondisi ekonomi apapun. Tidak heran kemudian pada perayaan hari ulang tahun Malinda Furniture Gallery, bersamaan dengan itu dibuka ruang pameran baru MAJS Living, yang merupakan ruang pamer mebel terbesar di Asia Tenggara dengan luas sekitar 6.000 m2. Di dalamnya menghadirkan juga lima koleksi terbaru Jane dan Michael Amini terbaru.

Ia percaya diri kalau koleksi furnitur desain Jane dan Michael akan menjadi best seller beberapa tahun ke depan. Kepercayaannya ini setelah mengetahui koleksi mereka sudah terjual saat perayaan koleksi terbarunya di MAJS Living. Keyakinannya juga didukung karena Jane dan Michael mempunyau international exposure dan menariknya beberpa koleksi didukung teknologi terkini, sehingga banyak disukai kalangan muda.

“Selalu ada model dan desain baru, makanya konsumen Indonesia sangat tertarik dengan koleksi mereka. Klasik, modern dan glamour bisa mereka hadirkan dalam setiap koleksinya,” terang Andy. Total saat ini ada 12 koleksi furnitur karya Michael di galerinya.

 

Andy Lim Pendiri Malinda Furniture Gallery

 

Michael Amini menjelaskan furnitur bukan sekadar bisnis, tapi “showing show mention”. “Sangat menyenangkan menghadirkan produk yang disenangi konsumen, produk furnitur mungkin bisa digunakan 10 tahun lebih, tapi saya dan Jane membuat produk yang cantik tapi juga nyaman plus dukungan teknologi terkini. Masyarakat modern kerap mencari lokasi untuk mengisi gawainya saat mau atau bangung tidur. Mereka harus ke desk lain. Kami pun membaca tren ini, kami adopt, lalu kami jadirkan set bed yang bisa wireless charger gadget,” jelasnya.

Jadi, konsumen kelas menengah atas saat ini bukan sekadar membeli sesuatu yang bisa dibawa pulang saja, tapi barang yang bagus, nyaman dan memenuhi kebutuhan mereka saat ini.

Dengan latar belakang Michael yang juga insinyur teknik elektrik, memungkinkan inovasi produk yang menjawab tren furnitur dan teknologi terkini dengan menghadirkan bed room set yang memungkinkan pengguna mengisi batre ponsel dengan wireless. Krisdayanti salah satu pelanggan setia Malinda Gallery, mengaku pecinta produk dan desain Jane-Michael namun biasanya ia membeli produk tersebut saat sale.

“Ada kualitas dan harga yang sesuai di tiap karya Jane dan Michael, kualitas terjaga, warna juga natural dan modern living. Terakhir koleksi mereka saya beli 8 bulan lalu, saya beli dinner table juga. Saya suka mengubah desain rumah. Ingin membuat semua spot rumah hidup,” ujar penyanyi yang akrab disapa KD ini sambil menyebut dalam setahun bisa membeli 4 set furniture baru di Malinda Gallery. Harga produk karya Jane-Michael untuk diketahui dimulai dari harga puluhan hingga ratusan juta rupiah.

“Untuk Malinda sendiri, ada banyak koleksi premium lain yang kami fokus hadirkan. kualitas terbaik dan layanan after sales service. Bisa juga trade in, bahkan untuk pembukaan galeri ini kami ada program hadiah hingga 900 juta bagi pembeli pertama,” kata Andy.

Perjalanan mengembangkan bisnis

Tidak mudah bagi Andy membesarkan Malinda Furniture Gallery. Kembali ke Indonesia, insinyur teknik mesin ini harus meninggalkan kariernya yang bagus di Amerika Serikat. “Mama saya memiliki pandangan, peluang bisnis furnitur kelas menengah atas sangat bagus di Indonesia,” ujar Andy mengenang peristiwa 1996 saat wawancara khusus dengan SWA Online di Malinda Furniture Gallery Slipi Jakarta (04/10/2019).

Waktu itu sebelum peristiwa krisis moneter, mamanya yang sudah memiliki pengalaman mengelola bisnis untuk kelas menengah atas juga itu memintanya kembali ke Indonesia untuk membangun bisnis sendiri.

Dalam perjalanan menyiapkan bisnis tersebut, badai krisis moneter melanda Indonesia pada 1998. Meski begitu, ibunya tetap memiliki keyakinan besar peluang di pasar ini sangat bagus ke depan, walau kala itu banyak bisnis tutup.

Akhirnya pada tahun 1998 ia mendirikan Malinda Furniture Gallery. Ternyata prediksi mamanya benar adanya, walau Andy harus berdarah-darah membangun bisnis ini, bahkan sempat hampir menyerah.

Andy bersyukur memutuskan pulang ke Indonesia dan mengambil kesempatan yang mamanya tawarkan. Ruang pamer produk Malinda Furniture Gallery pertama dibuka di Jakarta Design Center (JDC), Slipi.

Ia merasakan pertumbuhan bisnis sangat lambat saat itu, namun dalam setiap krisis seperti dalam bahasa China, selalu ada kesempatan. “Dalam krisis itu ada dua sisi, ada danger dan opportunity, kelompok kaya tetap ada di Indonesia. Apalagi mama saya yang punya pengalaman bisnis sebagai pedagang lukisan untuk segmen high end, merasakan setiap ada kejatuhan selalu ada peluang,” kata pria 51 tahun ini.

 

Salah satu koleksi furnitur yang ada di Malinda Furniture Gallery Slipi

 

Ia mengakui pada 3-4 tahun pertama membangun bisnisnya sangat berat dilalui. Usahanya terus mengalami kerugian. Beruntung mamanya terus menasehati bahwa semua akan terlewati.

“Sempat mau balik ke Amerika, sebagai profesional waktu itu di sana saya bisa beli rumah, hidup nyaman dengan gaji cukup. Terlintas, buat apa di Indonesia, harus jungkir balik memikirkan usaha sendiri. Tapi saya tetap bertahan sampai pada 2006-2007, ekonomi Indonesia lebih stabil, orang yang membutuhkan furnitur kelas atas makin banyak,” ungkapnya.

Bisnisnya mulai mengalami turn arround pada 2008, pasar Malinda Furniture Gallery pun dirasakan makin kuat. “Awalnya furnitur kelas atas yang dihadirkan Malinda Gallery di JDC sebagai showroom pertama berasal dari beberapa negara, bukan saja Amerika, juga dari Italia. Pada 2008, saya mengubah fokus strateginya lebih ke produk-produk Amerika. Kami juga lebih agresif ke pasar ritel,” terangnya.

Dengan fokus ke pasar ritel, Andy kemudian gencar melakukan berbagai kegiatan promosi, diskon, kampanye pemasaran yang menarik dan event-event yang melibatkan pelanggan setianya. Langkah ini ternyata disambut pasar dengan baik.

Bersamaan dengan bertumbuhnya kelas menengah atas Indonesia yang sangat pesat saat itu. Ruang pamer Malinda Furniture Gallery yang mulanya hanya berada di lantai 3 dengan luas, kemudian menempati area lebih luas di lantai 1 di JDC dengan luas 2.000 m2 plus ruang pamer kecil di Plaza Indonesia seluas 250 m2.

Dan pada 2011 ia membuka area pamer di daerah Slipi juga mengakuisisi bekas gerai Hero seluas 3000 m2. Pada 2016, Andy mengembangkan gerai ketiga MAJS Living di Jalan Raya Kemang dengan luas 6.000 m2.

“Membawa merek-merek furnitur papan atas Amerika, ternyata memberikan nilai tambah. Apalagi kemudian saya juga menawarkan harga yang sangat reasonable,” ujarnya.

Menurutnya pasar kelas menengah atas di Indonesia dalam 5 tahun terakhir cukup potensial jika digarap dengan tepat. Akhir bulan ini, ia membuka ruang pamer baru di Surabaya seluas 1.000 m2 untuk menangkap pasar kelas menengah di sana.

“Tapi di sana ruang pamernya saya joint bersama Viverre dan King Koil. Saya berani membuka di sana, setelah makin banyak pelanggan dari Surabaya membeli di gerai-gerai kami,” tandasnya tanpa menyebut detil jumlah pelanggannya.

Tahun depan ia berencana membuka ruang pamer Malinda Furniture Gallery di Bandung dan pada 2021 akan buka di Medan dan Kalimantan. Ia menyebut tiap tahun sejak 2005-2010 pertumbuhan bisnisnya sekitar 20-25 persen.

Produk furnitur Amerika mendominasi sekitar 10-15 merek, yang paling besar berbagai produk dari Michael Amini sekitar 25 persen, sisanya terbagi dalam belasan merek lain. “Michael never stop melahirkan karya-karya terbaik, selalu inovasi, bukan saja klasik, didukung teknologi terkini. Karyanya mendominasi karena pelanggan kami sangat menyukai karya-karya Michael. Saya sudah bekerja sama dengan dia selama 10 tahun,” ujarnya.

Di tengah kondisi bisnis yang makin berat dan penuh persaingan, Andy mengungkapkan strategi yang dijalankan bukan hanya dengan memberikan diskon-diskon. “Paling penting kita harus menawarkan produk yang dinamis, setidaknya tiap 6 bulan ada item baru ditawarkan pelanggan. Terus menjaga pelanggan agar tertarik pada produk-produk terbaru,” jelasnya.

Selain itu layanan purna jual yang benar-benar dibutuhkan pelanggan. “Kelas premium ini selalu detil, makanya layanan harus total. Setiap produk kami jaga quality control-nya, jangan sampai lecet. Kalau bisa memberikan layanan extra miles,” tandasnya. Layanan extra miles diberikannya juga dengan menyediakan layanan konsultasi desain interior untuk para pelanggannya.

Maka itu ia tidak menolak ketika pelanggannya ingin mereparasi furnitur mereka walau tidak dibeli di galerinya. Para pelanggannya bahkan lebih percaya layanan reparasi dari back services yang ditawarkan Malinda Gallery dibanding di mana mereka membeli produk tersebut.

“Kami juga memahami barang yang dibeli ini barang premium, jadi tidak cepat rusak, tapi mereka ada masa bosan, kami pun memberikan layanan trade in. Tidak heran dengan adanya layanan ini, ada pelanggan dalam 1 tahun sudah ganti furnitur lagi,” paparnya.

Saat ini ia mempekerjakan 30 orang khusus untuk mengelola customer services and back service di Malinda Furniture Gallery. Didukung 5 mobil dan 15 truk yang mendukung mereka agar bisa memberikan layanan lebih pada para pelanggan baik itu untuk delivery dan customer services.

Andy mengatakan, kesuksesannya juga karena didukung oleh visi dan misi yang kuat sejak awal bisnis ini dibangun yaitu ingin membangun bisnis yang fokus menyediakan furniture premium nomor satu di Indonesia. Bukan saja fokus pada produk, ia juga memperhatikan pengembangan karyawan yang kini sudah mencapai 300 orang.

“Saya sekarang sudah tidak terlibat dalam daily business lebih ke strategis. Karena sudah sejak beberapa tahun terakhir saya sudah mulai mengembangkan talenta di dalam perusahaan. Saya ingin mereka memiliki masa depan lebih baik bersama bisnis ini,” katanya.

Ia mengakui dalam 3-4 tahun terakhir bisnis mengalami tantangan, pertumbuhan bisnisnya hanya sekitar 5-10 persen. Namun ia tetap positif, karena sinyal pertumbuhan bisnis ke depan sudah terlihat.

Sejak bulan ketiga tahun ini ia mengembangkan second brand furniture yaitu CHConcept. Pengembangan merek produk furnitur yang tetap menyasar kelas papan atas ini, guna menjawab pertambatan bisnis beberapa tahun terakhir.

“Saya sudah membuka gerai showroom di Alam Sutera dan lantai 3 cabang Malinda di Kemang untuk merek CHConcept ini. Ini merupakan inhouse product, kami bekerja sama dengan manufaktur furnitur di sini untuk pengembangan produk ini. Merek Amerika mahal, tapi masih ada peluang di kelas atas ini yang masih bisa digarap, CHConcept menjawab peluang itu," ujarnya.

"Harga lebih terjangkau, bisa menjawab kebutuhan kelas ini untuk ruang lain. Misal kalau sebelumnya, mereka membeli untuk bedroom dari kami, tapi ruang lain seperti dapur dari IKEA misalnya, kami ingin mereka tidak perlu ke mana-mana, bersama Malinda Gallery mereka bisa wujudkan semua desain yang diinginkan dengan harga produk Rp 10-50 jutaan,” jelasnya.

Pada Januari 2020, Andy akan membuka ruang pamer CHConcept berikutnya di Senayan City. Selain itu ia juga memahami, dengan berkembangnya penjualan online saat ini, CHConcept pun dapat dibeli di website dengan nama yang sama. Hingga Januari 2020 akan ada 4 cabang Malinda Furniture Gallery baru dan menargetkan akan membuka 10-15 cabang CHConcept dalam 5 tahun ke depan.

Editor: Eva Martha Rahayu

 

www.swa.co.id

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan swa.co.id. Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab swa.co.id.
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement