REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA — Menjelang diberlakukannya kebijakan tarif baru oleh Amerika Serikat pada 9 Juli 2025, Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) menyerukan langkah strategis bersama pemerintah untuk memperjuangkan tarif preferensial bagi ekspor produk mebel dan kerajinan asal Indonesia.
Isu tarif ini telah dibahas secara intensif bersama Ketua Umum KADIN Indonesia, Anindya Bakrie, dan jajaran pengurus inti KADIN Pusat dalam pertemuan pada Selasa, 24 Juni 2025. KADIN menunjukkan komitmen terhadap penguatan daya saing ekspor nasional, dan HIMKI sepenuhnya mendukung upaya sinergis ini sebagai bagian dari perjuangan bersama dunia usaha.
Ekspor mebel dan kerajinan Indonesia ke pasar AS saat ini mencapai USD 1,33 miliar, atau sekitar 54% dari total ekspor sektor ini. Industri ini menyerap lebih dari 3 juta tenaga kerja—baik langsung maupun tidak langsung—dan memiliki potensi besar menjadi pusat produksi global, asalkan didukung oleh tarif ekspor yang kompetitif.
Ketua Umum HIMKI, Abdul Sobur, menegaskan bahwa penetapan tarif yang lebih rendah dibanding negara pesaing seperti Vietnam dan Malaysia akan membuka peluang strategis bagi Indonesia.
“Dengan dukungan kebijakan tarif yang tepat, Indonesia bisa menarik investasi global, menciptakan 5 hingga 6 juta lapangan kerja baru—baik langsung maupun tidak langsung—dan meningkatkan ekspor mebel-kerajinan menjadi USD 6 miliar dalam lima tahun ke depan,” ujarnya, Selasa (1/7/2025).
Sebaliknya, apabila tarif ekspor Indonesia lebih tinggi dari negara pesaing, akan terjadi penurunan permintaan yang signifikan dari para buyer. Hal ini berisiko menyebabkan kehilangan momentum pertumbuhan dan berkurangnya peluang untuk menjadikan Indonesia sebagai hub produksi dunia.
HIMKI mengapresiasi inisiatif Presiden RI untuk melakukan deregulasi secara menyeluruh. Momen ini harus dimanfaatkan untuk menyelesaikan berbagai hambatan nyata yang dihadapi pelaku usaha, khususnya eksportir sektor mebel dan kerajinan.
Sebagai langkah nyata mendukung upaya pemerintah, HIMKI mengusulkan lima strategi utama. Yaitu, Diplomasi Tarif Ekspor, pemerintah diharapkan menegaskan kembali bahwa Indonesia adalah mitra strategis jangka panjang bagi Amerika Serikat, dan siap menjalankan konsep trade balance yang adil dan berkelanjutan. Kemudian Diversifikasi Pasar
untuk mempercepat penyelesaian perjanjian strategis seperti IEU–CEPA dan membuka akses ke pasar BRICS dan Timur Tengah melalui misi dagang aktif.
Selanjutnya, reformasi ekosistem ekspor
untuk mendorong pembebasan SVLK untuk produk hilir, penyederhanaan prosedur karantina, dan percepatan layanan logistik ekspor. Kemudian, Insentif Fiskal bagi Eksportirn pembebasan PPN ekspor, restitusi dipercepat, dan pembiayaan dengan bunga rendah di bawah 6 persen, serta insentif pajak penghasilan bagi eksportir yang berkontribusi besar terhadap penciptaan lapangan kerja dan perolehan devisa.
Terakhir, Perlindungan Pasar Dalam Negeri
Yakni. Langkah mslindungi potensi pasar domestik yang menjadi target negara-negara produsen mebel terkuat, menjadi sangat penting dan seksama. Pengetatan importasi adalah antisifasi dan sekaligus buffer untuk substitusi pasar eksport apabila terjadi penurunan volume eksport ke Amerika Serikat
Abdul Sobur menegaskan bahwa kebijakan tarif bukan sekadar soal angka, melainkan menyangkut nasib jutaan pekerja dan masa depan industri strategis nasional.
“HIMKI siap menjadi mitra strategis pemerintah dalam mendorong pertumbuhan industri mebel dan kerajinan menuju pangsa pasar global. Dengan langkah bersama yang solid, Indonesia bisa menjadi pusat produksi dunia dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional ke level dua digit,” tutupnya.