Senin 07 Oct 2019 06:00 WIB

Kenaikan Harga Pangan di Penghujung Tahun Perlu Diantisipasi

Harga pangan yang perlu diwaspadai salah satunya untuk beras.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Nur Aini
Ahmad Fauzi (38 tahun) pedagang beras di Pasar Leuwi Panjang, Purwakarta, sedang menunjukan beras kualitas medium yang sampai saat ini harganya masih stabil, Selasa (30/10).
Foto: Republika/Ita Nina Winarsih
Ahmad Fauzi (38 tahun) pedagang beras di Pasar Leuwi Panjang, Purwakarta, sedang menunjukan beras kualitas medium yang sampai saat ini harganya masih stabil, Selasa (30/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Center for Indonesia Policy Studies (CIPS) mengingatkan pemerintah agar melakukan antisipasi dini untuk menyikapi potensi kenaikan harga bahan pokok di akhir tahun, terutama untuk komoditas beras. Antisipasi harga beras, meski pasokan diklaim aman, dinilai harus terus dilakukan.

Berdasarkan data yang dihimpun CIPS, harga beras terus mengalami kenaikan dalam beberapa bulan ke belakang. Itu diakibatkan oleh beberapa faktor. Menurutnya, pemerintah harus memantau ketat seluruh parameter ketersediaan beras di pasar agar daya beli masyarakat tetap terjaga.

Baca Juga

Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Galuh Octania mengatakan, faktor yang paling memengaruhi kenaikan harga beras adalah kekeringan yang melanda sebagian besar wilayah penghasil beras di Indonesia yang terjadi hingga saat ini.

"Kekeringan menyebabkan naiknya harga gabah kering panen (GKP) dan gabah kering giling (GKG) yang pada akhirnya akan berimbas pada kenaikan harga beras di tingkat konsumen," kata Galuh dalam keterangannya, Ahad (6/10).

Ia mencatat, pada September 2019, rata-rata harga GKP di tingkat petani berada pada angka Rp 4.905 per kilogram (kg). Berdasarkan data BPS, harga itu meningkat sebesar 3,07 persen dari bulan Agustus yang sebesar sebesar Rp 4.759 per kilogram. Hal yang sama juga terjadi pada GKG yang naik menjadi Rp 5.392 per kg dari yang sebelumnya tercatat sebesar Rp 5.309 per kg

"Upaya antisipasi perlu terus dilakukan untuk menjaga ketersediaan beras di pasar. Bulog juga perlu berinovasi agar proses serapan berasnya bisa berjalan lancar dan memenuhi target. Walaupun hal ini agak sulit karena Bulog terkendala HPP dan juga terkena imbas dari kekeringan yang terjadi," katanya.

Meski kenaikan harga tergolong kecil, namun telah berlangsung selama lima bulan terakhir. Galuh mengatakan, pergerakan harga itu dikhawatirkan akan terus berlanjut hingga akhir tahun nanti.

Belum lagi, kata Galuh, musim panen raya gadu yang sudah berlalu. Harus diakui, itu secara langsung akan memengaruhi penyerapan gabah petani yang nantinya terus berkurang.

"Ditambah dengan adanya perayaan natal dan tahun baru yang akan datang, diprediksikan bahwa permintaan beras akan terus meningkat," kata dia.

Galuh mengatakan, pemerintah dapat tetap menjaga ketersediaan pasokan dengan harga yang stabil lewat operasi pasar yang dijalankan oleh Bulog. Bulog sendiri telah melakukan operasi pasar beras di titik-titik kenaikan harga pada akhir bulan lalu.

Namun, bukan tidak mungkin jika harga masih terus beranjak naik di tingkat konsumen. "Bulog harus kembali melaksanakan operasi pasar untuk menstabilkan harga beras di pasaran sebagai solusi jangka pendek," ujar dia.

Ia menegaskan, kenaikan harga beras yang terus berulang pada akhir tahun hingga awal tahun harus harus dijadikan pembelajaran bagi pemerintah untuk menghasilkan kebijakan yang tepat. Pemerintah perlu memenuhi kebutuhan masyarakat secara langsung tanpa proses yang panjang dan berbelit-belit.

Sementara itu, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman, menjamin, pasokan beras tetap mencukupi bagi kebutuhan nasional. Meski musim kemarau masih berlangsung, ia mengklaim produksi beras terus berjalan karena pengairan masih berjalan normal.

Amran mengatakan, hal itu sebagai hasil dari pembangunan infrastruktur embung untuk persawahan yang telah dibangun pemerintah selama empat tahun terakhir. Ia mengatakan, situasi perberasan tidak akan goyah pada akhir tahun ini akibat kekeringan yang terjadi di banyak daerah.

"Beras melimpah. Gudang Bulog penuh bahkan sampai sewa gudang (tambahan). Kita bukan lagi swasembada tapi berdaulat," kata Amran. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement