Rabu 02 Oct 2019 06:32 WIB

Empat Solusi Mencegah Risiko Gagal Bayar Korporasi RI

Perusahaan-perusahaan di Indonesia rentan terkena risiko gagal bayar utang.

Rep: Novita Intan/ Red: Nidia Zuraya
Utang/ilustrasi
Foto: johndillon.ie
Utang/ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga pemeringkat utang internasional, Moody’s Investors Service menganalisa perusahaan-perusahaan di Indonesia rentan terkena risiko gagal bayar utang. Hal ini tercermin dari pendapatan perusahaan Indonesia yang kian menurun, sehingga bisa mengurangi kemampuan korporasi Indonesia mencicil kembali utang-utangnya.

Menurut Institue for Develpoment of Economics and Finace (Indef) selama ini korporasi di Indonesia bergantung pada pendapatan sektor komoditas, sedangkan dampak perlambatan ekonomi membuat menurunnya harga komoditas terutama pertambangan dan perkebunan.

Baca Juga

“Kondisi ini diperparah oleh fluktuasi kurs rupiah. Jadi semakin terdepresiasi, korporasi yang utangnya dominan Utang Luar Negeri (ULN) akan hadapi kesulitan bayar. Kondisi makin sulit ketika tidak semua ULN swasta hedging,” ujar Peneliti Indef Bhima Yudhistira Adhinegara ketika dihubungi Republika, Rabu (3/10).

Bhima menyebut perusahaan-perusahaan di Indonesia juga telah mengalami efisiensi operasional secara besar-besaran. Salah satunya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal khususnya sektor padat karya.

Ke depan, pihaknya memiliki empat solusi mencegah gagal bayar perusahaan-perushaaan di Indonesia. Pertama, Bank Indonesia perlu meningkatkan monitoring terhadap utang luar negeri yang tidak menggunakan fasilitas hedging atau lindung nilai.

“Hal ini karena bisa berdampak ke gagal bayar yang menganggu kepercayaan investor dan kreditur internasional,” ucapnya.

Kedua, menjaga stabilitas kurs rupiah sehingga depresiasi kurs tidak memperparah kondisi korporasi yang meminjam utang dalam valas. Ketiga mempercepat stimulus ke sektor yang berorientasi ekspor dan bernilai tambah, sehingga penerimaan valas meningkat dan Debt to service ratio (DSR) membaik.

“Terakhir Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berkomunikasi dengan bank dan lembaga keuangan domestik untuk menjaga resiko kredit yang naik karena adanya korporasi yang gagal bayar utang. Sekaligus mencegah krisis utang secara sistemik,” jelansya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement