Selasa 01 Oct 2019 18:00 WIB

El Nino Diyakini tak Kerek Inflasi

Inflasi kemungkinan tetap di bawah sasaran menengah BI, di angka 3,5 persen.

Rep: Antara/ Red: Friska Yolanda
Ilustrasi Inflasi
Foto: Foto : MgRol112
Ilustrasi Inflasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Fenomena cuaca el nino yang berpotensi menyebabkan kekeringan di berbagai daerah diyakini tidak meningkatkan risiko tekanan inflasi hingga akhir 2019. Kepala Ekonom DBS Indonesia Masyita Crystallin mengatakan hingga September 2019, inflasi dari kelompok makanan tetap rendah. 

Selain itu, Masyita mengatakan,  faktor-faktor tekanan inflasi lainnya, seperti harga emas telah berkurang dibanding Agustus 2019, dan pengaruh harga bahan bakar minyak netral. "Mengingat inflasi makanan tipis, meskipun ada el nino dan harga eceran bahan bakar dalam negeri tetap, inflasi kemungkinan tetap di bawah sasaran menengah BI, di angka 3,5 persen," kata Masyita, Selasa (1/10).

Inflasi domestik yang di bawah titik tengah sasaran Bank Sentral itu, ujar dia, memberi ruang untuk Indonesia dalam melonggarkan kembali kebijakan moneter ataupun makroprudensial yang lebih agresif dibanding yang sudah ditempuh. BI sejak awal Januari 2019 hingga September 2019 memangkas suku bunga acuan kebijakan moneter sebesar 0,75 persen menjadi 5,25 persen tahun ini.

"Inflasi, yang stabil, menjelang akhir 2019 menyediakan ruang bagi BI seandainya harus melakukan pelonggaran keuangan lebih agresif saat momentum pertumbuhan melambat," ujar dia.

Riset bank itu memproyeksikan BI akan kembali memangkas sekali lagi suku bunga acuannya pada kuartal IV 2019 sebesar 0,25 persen menjadi lima persen.

Pada Selasa ini, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan penurunan sejumlah harga bahan makanan memicu terjadinya deflasi pada September 2019 yang sebesar 0,27 persen. "Deflasi terjadi karena penurunan harga bumbu-bumbuan serta daging ayam ras dan telur ayam ras," kata Kepala BPS Suhariyanto.

BPS mencatat harga cabai merah mengalami penurunan cukup tajam dalam periode ini dengan memberikan andil terhadap deflasi sebesar 0,19 persen. Selain itu, harga bawang merah juga mengalami penurunan dengan memberikan andil 0,07 persen disusul daging ayam ras 0,05 persen, cabai rawit 0,03 persen dan telur ayam ras 0,02 persen. Dengan demikian, kelompok bahan makanan secara keseluruhan memberikan sumbangan terhadap deflasi sebesar 1,97 persen.

Namun, kelompok pengeluaran lainnya masih menyumbang inflasi dengan inflasi tertinggi terjadi pada kelompok sandang 0,72 persen karena kenaikan harga emas perhiasan.

"Harga emas perhiasan yang sedang booming memberikan andil inflasi 0,04 persen. Kenaikan harga emas terjadi di 78 kota IHK, kenaikan tertinggi di Cirebon 10 persen dan Surakarta 9 persen," ujar Suhariyanto.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement