REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Menteri Perdagangan (Mendag) China, Zhong Shan, pada Ahad (29/9) mengatakan bahwa perusahaan-perusahaan China menghadapi banyak kesulitan akibat adanya gesekan perdagangan dengan Amerika Serikat (AS). China dan AS masih terjebak dalam perang dagang yang semakin naik tingkatannya dalam kurun waktu lebih dari satu tahun terakhir.
Kedua negara saling memungut biaya yang mencapai ratusan miliar dolar AS untuk komoditas masing-masing. Hal itu memperkeruh pasar keuangan dan pertumbuhan global.
"Perdagangan mengalami tantangan yang belum pernah terjadi sebelumnya, muncul secara eksternal maupun internal," kata Zhong dalam konferensi pers.
Babak baru pembicaraan oleh para pejabat tinggi dari kedua negara ekonomi terbesar dunia itu dijadwalkan pada 10-11 Oktober di Washington DC, AS, yang akan dihadiri oleh Wakil Perdana Menteri China, Liu He, sebagai penasihat ekonomi terbaik Presiden Xi Jinping.
Sementara itu, Zhong menambahkan bahwa China akan memperluas jangkauan ekspor dan mengambil langkah-langkah untuk menstabilkan perdagangan yang akan membuahkan hasil positif.
Pemerintahan AS di bawah Presiden Donald Trump mempertimbangkan strategi tekanan keuangan baru yang lebih radikal untuk China, termasuk kemungkinan menghapus pencatatan (delisting) saham perusahaan China dari bursa efek AS. Langkah tersebut dijadikan sebagai bagian dari perluasan upaya untuk membatasi investasi AS di perusahaan China.
Perang dagang antara China dan AS telah menambah ketegangan antara kedua negara itu, dipengaruhi juga oleh kritik AS atas isu HAM di China, termasuk pada demonstrasi di Hong Kong, perselisihan atas Laut China Selatan, serta dukungan untuk Taiwan.
Sebelumnya, diplomat China pada Jumat (27/9) menyatakan bahwa persoalan tarif dan perselisihan dagang bisa menjatuhkan ekonomi dunia dalam resesi dan pemerintahnya berkomitmen untuk menyelesaikan hal itu dengan cara yang tenang, rasional, dan bekerja sama.