REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah terus memperbanyak jumlah penawaran Surat Berharga Negara (SBN) ritel pada tahun ini. Adapun instrumen SBN ritel mencakup Obligasi Ritel Indonesia (ORI) dan Sukuk Ritel (SR) yang dapat diperdagangkan di pasar sekunder.
Pada Oktober depan, pemerintah kembali menerbitkan ORI 016. Diharapkan SBN Ritel dapat menarik minat para investor di tengah gejolak ekonomi domestik dan global.
Menurut Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira pembelian ORI akan mengalami penurunan rate kupon sebesar 20 basis poin - 25 basis poin. "Penurunan seiring dengan penyesuaian terhadap suku bunga acuan Bank Indonesia yang telah turun 75 bps sejak awal tahun," ujarnya ketika dihubungi Republika, Jumat (27/9).
Kendati demikian, Bhima menyebut ORI masih tetap menarik karena rate yang ditawarkan lebih tinggi dari rata-rata suku bunga deposito perbankan. "Tidak adanya perubahan rating juga membuat peluang penurunan kupon terbuka lebar," ucapnya.
Hanya saja, menurut Bhima, ORI akan oversubscribe, sehingga resiko crowding out perlu diantisipasi karena gencarnya penerbitan obligasi pemerintah menyedot likuiditas perbankan.
Tercatat, saat ini pertumbuhan DPK per agustus hanya 7,62 persen lebih rendah dari Juli 2019. LDR bank juga cukup ketat di kisaran 94 persen.
"Timing atau waktu penerbitan ORI harus disesuaikan dengan situasi likuiditas bank, jangan sampai terjadi perebutan dana yang akhirnya upaya BI untuk turunkan suku bunga kredit bank terhambat," jelasnya.