REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Iskandar Simorangkir menilai, pemerintah akan memanfaatkan konsumsi domestik dan investasi sebagai motor penggerak utama pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun depan. Dua komponen ini diandalkan mengingat kondisi global masih dinamis yang berpotensi menahan laju pertumbuhan.
Iskandar menjelaskan, pemerintah sudah merancang banyak program dalam mengandalkan konsumsi domestik dan investasi. Di antaranya, memastikan jaring pengaman sosial dapat terus dipasang bagi masyarakat bawah.
"Supaya daya beli masyarakat tetap terjaga," ujarnya ketika dihubungi Republika, Rabu (25/9).
Di sisi lain, berbagai insentif fiskal terus digencarkan yang diharapkan mampu mendorong kemampuan masyarakat menengah. Insentif diberikan melalui dunia usaha, baik skala Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) hingga industri besar.
Sementara itu, Iskandar menambahkan, omnibus law untuk memperbaiki ekosistem investasi juga tengah dilakukan. Berbagai peraturan yang dinilai menghambat proses implementasi investasi di lapangan direvisi dan bahkan dihapus.
“Aliran modal akan lebih mudah masuk ke Indonesia, terutama yang berorientasi ekspor,” ucapnya.
Dengan berbagai upaya tersebut, Iskandar memproyeksikan, pertumbuhan ekonomi tahun depan dapat berada di kisaran 5,3 persen. Hal ini sesuai dengan target pemerintah dalam Undang-Undang APBN 2020 yang baru disahkan pada Selasa (24/9). Sedangkan, sampai akhir tahun ini, ia memproyeksikan ekonomi tetap dapat tumbuh 5,1 sampai 5,2 persen.
Tidak hanya dari sisi domestik, Iskandar menjelaskan, upaya mendorong pertumbuhan ekonomi pada tahun depan juga akan dibantu dari kondisi global. Meski ekonomi global masih menghadapi perlambatan, situasinya akan lebih baik dibandingkan tahun ini.
"Sebab, semua negara sudah menurunkan suku bunga yang dampak positifnya ke sektor riil akan terasa pada kuartal ketiga dan keempat 2020," katanya.
Di sisi lain, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Tauhid Ahmad menilai, target 5,3 persen masih terlalu tinggi melihat kondisi ekonomi Indonesia saat ini. Terlebih, pemerintah memproyeksikan pertumbuhan ekonomi sampai akhir tahun hanya berada di kisaran 5,08 persen. Menurut Tauhid, angka 5,1 persen sudah cukup ideal untuk pertumbuhan tahun depan.
Untuk mencapai target sesuai dengan keinginan pemerintah, Tauhid mengakui, dibutuhkan kerja keras dari berbagai sisi. Khususnya menyiapkan strategi bantalan ekonomi bagi kelompok menengah ke bawah agar daya beli masyarakat tetap tumbuh.
Tapi, harus dipastikan bahwa bantalan ekonomi dengan memberikan bantuan sosial itu memang tepat sasaran, lokasi dan waktu serta jumlah yang memadai. "Insentif berupa subsidi bunga, akses ke pembiayaan, fasilitasi sistem dari unbankable menjadi bankable hingga penguatan pada usaha sektot informal juga harus dilakukan," ucap Tauhid.
Perhatian juga harus diberikan kepada dunia usaha. Tauhid mengatakan, pemerintah perlu memberikan jembatan dan pembelaan yang tegas terhadap perlambatan pertumbuhan sektor industri manufaktur.
Banyak upaya yang dapat dilakukan. Tauhid memberikan contoh, menghapus kebijakan post border yang mendorong masuknya produk ilegal sehingga berpotensi menghancurkan industri dalam negeri. Selain itu, pemberian insentif pinjaman dengan bunga rendah untuk industri prioritas dan menguasai hajat hidup orang banyak seperti di sektor tekstil, baja dan alas kaki.
"Hingga melakukan koordinasi antara kelompok industri hulu dan industri hilir agar dapat bersinergi," ujarnya.