Kamis 19 Sep 2019 15:37 WIB

Cukai Naik, Peredaran Rokok Ilegal Diprediksi Makin Masif

Konsumen rokok Indonesia sangat sensitif terhadap harga, diperkirakan terjadi inflasi

Rep: Imas Damayanti/ Red: Friska Yolanda
Pedagang menunjukan bungkus rokok bercukai di pasar Minggu, Jakarta, Ahad (15/9).
Foto: Republika/Prayogi
Pedagang menunjukan bungkus rokok bercukai di pasar Minggu, Jakarta, Ahad (15/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rencana Pemerintah menaikkan cukai rokok pada 2020 dengan kenaikan rata-rata 23 persen berpotensi mendorong tumbuhnya rokok illegal yang sebelumnya sudah berhasil ditekan. Bukannya meningkatkan penerimaan, dikhawatirkan terjadi penghindaran pajak.

Peneliti Ilmu Ekonomi Universitas Padjadjaran Bayu Kharisma mengatakan, kenaikan cukai rokok disertai kenaikan harga jual produk rokok yang tinggi, akan memberi dampak yang luas, terutama terhadap peredaran rokok ilegal. Dia menjelaskan bahwa saat ini konsumen rokok Indonesia sangat sensitif terhadap harga. 

Baca Juga

“Akibatnya, konsumen akan beralih ke produk murah, seperti rokok ilegal yang tidak membayar cukai,” ujar Bayu dalam siaran pers yang diterima Republika.co.id, Kamis (19/9). 

Berkebalikan dengan tujuan pemerintah yang menjadikan kenaikan cukai untuk menyasar target penerimaan negara, kata dia, yang justru terjadi nantinya adalah besarnya penghindaran pajak (tax evasion) yang disebabkan maraknya peredaran rokok ilegal. Dia mencontohkan, ketika pemerintah Malaysia menaikkan cukai rokok terlalu tinggi dengan harga eceran rokok rata-rata 4,11 dolar AS, hal itu justru membuat peredaran rokok ilegal semakin marak. 

Berdasarkan data Oxford Economics, peredaran rokok ilegal di Malaysia pada tahun 2017 sebesar 55,5 persen. Rokok ilegal di Malaysia tersebut berasal dari Filipina, Indonesia, dan Vietnam. Adapun potensi kehilangan penerimaan pemerintah Malaysia atas rokok ilegal itu cukup tinggi, yakni sekitar 3,3 miliar dolar AS.  

Dia juga memprediksi, kenaikan cukai rokok juga akan menyebabkan turunnya volume produksi rokok seiring dengan beralihnya konsumen. Dengan demikian, performa perusahaan rokok kian turun dan kelangsungan dari jutaan pekerja yang bergantung pada industri tersebut akan terancam.

"Kenaikan cukai ini juga akan mendorong terjadinya inflasi lebih tinggi di masyarakat, mengingat andil rokok yang cukup besar," ungkapnya. 

Ketua Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) Muhaimin Moeftie mengatakan hal yang senada. Kenaikan cukai rokok rata-rata 23 persen akan kian menghimpit industri rokok nasional yang saat ini sudah dalam kondisi menurun. Pada dampak yang lebih luas, dia juga menekankan bahwa kenaikan itu akan menimbulkan potensi meningkatnya rokok ilegal di masyarakat. 

"Imbas yang akan terjadi pada mata pencaharian pekerja, serta petani tembakau dan cengkeh yang akan mengalami kerugian akibat bahan baku tak dapat diserap," ujarnya. 

Seperti diketahui, banyak pihak khususnya pelaku industri tembakau dikejutkan oleh kenaikan cukai rokok yang diumumkan pemerintah pada Jumat (13/9) lalu. Alasannya, kenaikan tersebut hingga menyentuh angka rata-rata 23 persen yang mana merupakan kenaikan tertinggi yang pernah terjadi di industri ini selama puluhan tahun.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement