REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejak awal September 2019 nilai tukar rupiah beangsur-angsur menguat ke level Rp 13.950 per dolar AS. Penguatan tersebut mampu meningkatkan arus modal dalam beberapa pekan terakhir di dalam negeri.
Kepala Kajian Makro dan Keuangan, Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia (LPEM-UI) Febrio Kacaribu mengatakan secara year to date (ytd) nilai tukar rupiah terlihat cukup baik dibandingkan dengan pasar negara berkembang lainnya, terapresiasi sebesar 3,56 persen (ytd).
“Meskipun pertumbuhan ekonomi lebih rendah dari yang diperkirakan (5,05 persen) pada kuartal II 2019, pertumbuhan Indonesia masih relatif lebih tinggi dibandingkan dengan negara-negara berkembang lainnya, sehingga mendorong sentimen positif di kalangan investor dan mendorong aliran masuk modal untuk kembali ke pasar keuangan Indonesia,” ujarnya dalam riset yang diterima Republika.co.id, Kamis (19/9).
Menurutnya surplus neraca perdagangan sebesar 85 juta dolar AS pada Agustus diperkirakan akan memberikan sinyal positif pada peningkatan kinerja neraca berjalan. Neraca berjalan berada pada tingkat tiga persen pada kuartal II 2019.
“Kami memperkirakan CAD (current account deficit) akan lebih baik pada kuartal III 2019 sebesar 1,9 persen. Tanda-tanda pemulihan harga minyak sawit baru-baru ini secara umum akan membantu ekspor. Prospek neraca berjalan yang lebih baik akan mengurangi risiko terjadinya capital outflow,” jelasnya.
Febrio menyebut secara akumulasi Bank Indonesia lebih banyak cadangan devisa bulan lalu sebesar 126,4 miliar dolar AS mencapai angka tertinggi sejak Februari 2018. Cadangan tersebut diperlukan sebagai penyangga untuk potensi terjadinya guncangan global di masa yang akan datang.
Di sisi lain, keputusan tingkat suku bunga The Fed mendatang menjadi semakin tidak pasti dibanding sebelumnya. Adapun persepsi pasar pada kemungkinan penurunan suku bunga saat pertemuan FOMC telah menurun signifikan dalam beberapa hari terakhir.
Ke depan, menurutnya Bank Indonesia tetap perlu membaca pergerakan pasar di masa mendatang. Sebab, tren arus modal masuk yang berkelanjutan akan semakin menurunkan suku bunga pasar, memberikan ruang lebih bagi Bank Indonesia kembali memangkas tingkat suku bunga.