Selasa 17 Sep 2019 20:34 WIB

Kewajiban Sertifikasi Halal Dimulai dari Produk Mamin

Kewajiban sertifikasi halal diatur dalam UU JPH Nomor 33 Tahun 2019.

Rep: Imas Damayanti/ Red: Nidia Zuraya
Sertifikat halal
Sertifikat halal

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pemerintah menyatakan, penerapan kewajiban sertifikasi halal pada 17 Oktober nanti berdasarkan Undang-Undang Jaminan Produk Halal (UU JPH) akan diterapkan secara bertahap ke sektor usaha yang diwajibkan. Untuk tahap awal, kewajiban sertifikasi dimulai dari produk usaha makanan dan minuman (mamin).

Staf Ahli Menteri Agama Kementerian Agama (Kemenag) Janedjri M Gaffar mengatakan, sertifikasi halal dimulai dari produk mamin, produk yg sudah bersertifikat halal sebelumnya meliputi perpanjangan atau pembaharuan sertifikat, serta produk yang diwajibakan bersertifikat halal oleh peraturan perundang-undangan lainnya.

Baca Juga

“Kita awali dengan produk mamin dulu, baru nanti akan berlanjut dengan barang-barang lainnya. Jadi secara bertahap,” ujarnya, di Gedung Ombudsman, Jakarta, Selasa (17/9).

Menurutnya, berdasarkan kebijakan pemerintah yang mengacu pada UU JPH Nomor 33 Tahun 2019, terdapat kemungkinan pemenuhan kewajiban sertifikasi halal dalam waktu lima tahun. Namun dalam peraturan tersebut, kata dia, juga disebutkan terdapat norma yang menyatakan bahwa penerapan sertifikasi boleh diatur secara bertahap.

Sedangkan untuk pertimbangan penerapan sertifikasi halal ke sektor mamin berlandaskan kesiapan pelaku usaha, infrastruktur, dan jumlah produk mamin yang sudah disertifikasi sebelumnya. Meski dia mengakui bahwa masih banyak sektor usaha mamin yang belum memperoleh sertifikasi halal, khususnya di kalangan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).

Terkait dengan tarif sertifikasi, menurut dia pemerintah akan menunjukkan keberpihakannya terutama kepada sektor UMKM atas akses tersebut. Rencananya, keberpihakan pemerintah atas sertifikasi halal bagi UMKM akan berupa fasilitasi oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), serta pemerintah kota dan kabupaten di daerah.

“Nanti akan dikeluarkan PMA (Peratuan Menteri Agama)-nya bulan depan, sekarang masih dirancang,” ungkapnya.

Meski begitu pihaknya belum dapat menyebut tarif yang akan diterapkan dalam sertifikasi halal. Hanya saja dia memastikan, dalam PMA yang ada nantinya, pemerintah berupaya agar sertifikasi halal tak akan memberatkan para pelaku usaha kecil.

Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Sukoso menyatakan, sektor mamin diwajibkan sertifikat halalnya terlebih dahulu sebab menimbang aspek primer masyarakat. Selain, kata dia, infrastruktur dan pelaku usaha mamin sudah cukup siap bersertifikat halal.

“UU dan peraturan yang sudah didesain memang mengatur (mamin) untuk halal. Ini kan kebutuhan primer, dan memang infrastruktur dan pelaku usahanya sudah siap,” kata dia.

Selain itu dia menjabarkan, fasilitasi pemerintah kepada pelaku UMKM adalah dengan menyediakan penyelia halal melalui BUMN/BUMD serta pemertintah daerah. Sebab pemerintah mengakui bahwa kesiapan UMKM untuk menyediakan penyelia halal belum mumpuni. 

Apalagi jika dilihat secara karakteristik, umumnya pelaku UMKM adalah usaha dengan modal kecil rata-rata di kisaran Rp 20 juta.

Sebagai informasi, pengurusan sertifikat halal nantinya bakal melalui beberapa tahapan. Pembayaran sertifikasi dilakukan ke Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) yang untuk sementara akan dijalankan oleh Lembaga Pengkajian Pangan Obat-Obatan dan Makanan Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI). Nantinya setelah mengajukan pembayaran, produk pelaku usaha akan diuji sidangkan melalui sidang fatwa MUI.

Dia menegaskan, nantinya para penyelia halal juga dapat diberikan pendampingan sertifikasi secara kolektif. “Teman-teman UMKM ini kan jumlahnya banyak, nah agak rumit juga untuk mereka mengajukan sendiri-sendiri. Jadi melalui penyelia, itu (sertifikasinya) bisa dikolektifkan,” tuturnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement