REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah bersama Badan Anggaran (Banggar) DPR menyepakati usulan belanja anggaran pemerintah pusat sebesar Rp 1.683 triliun, Selasa (10/9). Jumlah tersebut naik dibanding dengan usulan pemerintah dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2020, yakni Rp 1.669 triliun.
Salah satu poin yang berbeda adalah adanya pos pemenuhan belanja mendesak sebesar Rp 21,7 triliun. Dalam presentasi yang disampaikan Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Askolani, anggaran tersebut ditujukan untuk kegiatan pertahanan dan keamanan.
"Pagu belanja dialokasikan ke Kejaksaan, Badan Intelijen Negara (BIN), Kementerian Pertahanan (Kemenhan) dan Kejaksaan," tuturnya dalam rapat di Ruang Rapat Banggar DPR, Jakarta, Selasa (10/9).
Askolani mengatakan, pos kebutuhan mendesak itu sebagai langkah antisipasi terhadap kebutuhan dalam proses pelaksanaan anggaran. Artinya, anggaran Rp 21,7 triliun dapat melengkapi kapasitas kementerian/lembaga terkait saat dihadapkan kebutuhan mendesak, tetapi belum terakomodasi dalam pagu anggaran normal.
Porsi terbesar ditujukan untuk Polri dengan nilai Rp 13,8 triliun. Sementara itu Kemenhan mendapatkan Rp 13,27 triliun yang juga terbagi ke TNI AD, TNI AU, Mabes TNI masing-masing Rp 1,5 triliun, Rp 700 miliar dan Rp 200 miliar. Artinya, lingkungan Kemenhan mendapatkan alokasi Rp 875 miliar.
Pos ketiga adalah untuk BIN dengan besaran Rp 4,3 triliun dan Kejaksaan Rp 275 miliar. Askolani menyebutkan, anggaran tersebut ditujukan untuk berbagai kegiatan tiap kementerian/ lembaga.
"TNI untuk dukungan Alutsista, Polri memenuhi kebutuhan sarana dan prasarana, dan juga ada kebutuhan meningkatkan IT intelijen," ucapnya.
Askolani mejelaskan, ada lima kriteria pemanfaatan belanja mendesak di APBN 2020. Pertama, program atau kegiatan tersebut dapat diukur output dan outcome-nya. Kedua, sudah diusulakn oleh kementerian/ lembaga lain yang bersangkutan kepada Kemenkeu); dan/ atau telah disetujui seara tertulis dalam rapat kerja komisi terkait kementerian/ lembaga mitra kerjanya.
Ketiga, sejalan dngan RKP dan/ atau telah disetujui oleh pemerintah. Keempat, dialokasikan secara efisien dan efektif dengan output yang terukur. "Kelima, memenuhi prinsip akuntabilitas dan tata kelola yang baik (good governance)," kata Askolani.
Anggaran untuk kebutuhan mendesak tahun depan tercatat naik dibanding dengan anggaran dalam APBN 2019, yaitu Rp 12,5 triliun. Anggaran itu dialokasikan untuk Polri (Rp 8,45 triliun), Badan Intelijen Nasional (BIN) (Rp 2,5 triliun), Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) (Rp 650 miliar), Kemenhan (Rp 500 miliar), Kementerian Hukum dan HAM (Rp 200 miliar) dan pihak Kejaksaan (Rp 200 miliar).