REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas/PPN), Bambang Brodjonegoro meminta Kementerian Pariwisata untuk tidak lagi sekadar mengejar jumlah kunjungan wisatawan mancanegara (wisman). Kualitas wisman yang datang ke Indonesia mesti lebih diperhatikan. Sebab, tujuan mendatangkan wisman yakni untuk mendapatkan devisa yang besar dari pengeluaran para wisatawan.
"Upaya menarik wisatawan tidak cukup hanya dengan jumlah saja, tapi devisa dalam jumlah yang besar," kata Bambang dalam Rapat Koordinasi Nasional Pariwisata di Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara, Selasa (10/9).
Ia menjelaskan, selain kualitas dari wisatawan, mereka harus dibuat agar tinggal lebih lama di Indonesia. Itu akan membuat uang yang dihabiskan selama berwisata di Indonesia lebih besar. Objek wisata yang ada dan akan dikembangkan harus membuat wisman tidak segan membayar mahal.
Selain objek wisata, penyediaan cinderamata perlu lebih digencarkan dan menarik wisatawan. Bambang mengatakan, itu merupakan contoh paling sederhana namun memberikan manfaat yang besar bagi para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah. Menurut dia, hal-hal semacam itu juga dilakukan oleh negara-negara maju yang mengembangkan pariwisata.
Bambang mengatakan, devisa pariwisata menjadi harapan pemerintah ke depan untuk menjaga stabilitas ekonomi domestik. Khususnya dalam menjaga transaksi berjalan yang saat ini mengalami defisit. Ia memaparkan, ketika ekonomi global sulit bakal berdampak pada perdagangan barang dan melemahkan kinerja ekspor Indonesia.
Kondisi tersebut sangat berbahaya dan memperburuk defisit transaksi berjalan. Disaat defisit transaksi berjalan melebar, hanya ada dua cara untuk menutupnya. Yakni dengan mendatangkan investasi di sektor riil atau dengan menarik aliran modal ke portofolio pasar saham.
"Tapi, portofolio sangat fluktuatif sementara investasi susah karena global tidak menentu. Sudah saatnya pariwisata yang menciptakan kestabilan ekonomi kita dengan devisa yang besar," ujar Bambang.
Ia menegaskan, pariwisata dewasa ini bukan lagi menjadi sektor sekunder yang hanya mengikuti pasar. Tapi menjadi sektor utama setingkat industri manufaktur yang berperan besar terhadap pertumbuhan ekonomi. "Dampaknya bahkan langsung terhadap kekuatan ekonomi domestik terhadap tekanan global," kata dia.
Menurut kajian dari Bappenas, penyumbang wisman terbesar saat ini yakni Cina, Malaysia, dan India. Bambang meminta Kementerian Pariwisata memfokuskan strategis pemasaran kepada tiga negara tersebut. Adanya penerbangan langsung dari tiga negara tersebut ke bandara-bandara di Indonesia wajib dimanfaatkan.
Namun, kata Bambang, pemerintah juga harus menawarkan destinasi wisata yang jelas dan unggul. Produk yang dijual harus jelas dan mampu menarik wisman untuk mau membelanjakan uangnya di Indonesia. Presiden Joko Widodo telah mengumumkan lima destinasi wisata super prioritas, hal itu diharapkan dapat dimanfaatkan secara optimal oleh Kemenpar.
Pada tahun 2024 mendatang, Bappenas menargetkan kunjungan wisman mencapai 28 juta orang dengan nilai devisa 28 miliar dolar AS. Adapun sektor pariwisata harus berkontribusi sebesar 5,5 persen terhadap total produk domestik bruto (PDB) nasional.
Neraca Jasa Pariwisata Surplus Tapi Menipis
Bambang menambahkan, neraca jasa perjalanan yang mencerminkan sektor pariwisata masih mencatatkan surplus. Mengutip data Bank Indonesia, surplus neraca jasa perjalanan pada kuartal II 2019 sebesar 800 juta dolar AS.
Surplus tersebut turun dibanding kuartal I 2019 yang sempat tembus 1,4 miliar dolar AS. Surplus necara kuartal I 2019 juga lebih kecil jika dibanding surplus pada kuartal II 2018 yang mencapai 1,3 miliar dolar AS. Kondisi surplus mencerminkan wisman yang masuk ke Indonesia lebih besar dibanding wisatawan nusantara (wisnus) yang bepergian ke luar negeri.
Namun, lantaran surplus terus menipis maka menunjukkan bahwa kunjungan wisman mengalami pelemahan, sementara tren wisata ke luar negeri oleh wisnus perlahan terus meningkat. Itu sebabnya, Bappenas meminta Kemenpar untuk mulai fokus mempercepat penarikan devisa lewat pariwisata ketimbang bergelut dengan jumlah kunjungan.
"Jasa perjalanan saat ini surplus. Tapi, yang harus hati-hati surplusnya mulai menipis," kata Bambang.