REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG -- Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) menyebut perizinan investasi di daerah menjadi kendala minimnya investasi dari Timur Tengah ke Indonesia. Padahal pemerintah pusat memberikan kemudahan izin berinvestasi kepada para pengusaha lokal.
Utusan Khusus Presiden RI untuk Timur Tengah dan OKI Alwi Shihab mengatakan sulitnya perizinan investasi di daerah menjadi tradisi bagi kepala daerah. “Di daerah, bupati itu sudah seperti raja sendiri. Saya juga dengar kadang yang mempersulit justru di daerah. Ketemu bupati saja susah, apalagi untuk (urus) izin," ujarnya saat acara Symposium Peningkatan Investasi Timur Tengah dan Indonesia di Hotel JHL Serpong, Selasa (10/9).
Menurutnya tradisi sulitnya perizinan investasi di daerah semestinya bisa segera diubah. Semisal, langkah kepala daerah yang melakukan pendekatan dengan para investor, bukan sebaliknya
“Di daerah masih membutuhkan investasi dan harusnya bupati itu mendekati investor, bukan dia didekati," ucapnya.
Kendala lain yang dihadapi para investor asal Timur Tengah dan OKI, menurut Alwi, adalah rumitnya birokrasi perizinan. Kemudian masalah lain seperti insentif fiskal bagi investor yang menjadi sorotan investor Timur Tengah dan OKI.
"Tadi kita dengar soal perizinan yang bilang sampai harus 100 prosedur. Saya sendiri kurang percaya, tapi ya kita mau cek ini," ucapnya.
Berdasarkan data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), dalam kurun waktu lima tahun terakhir, investasi asal Timur Tengah dan OKI hanya sebesar 471 juta dolar AS. Jumlahnya tidak sampai satu persen dari total investasi asing di Indonesia yang mencapai 162 miliar dolar AS.
Sementara Acting Country Manager of Kuwait Foreign Petroleum Exploration Company Abdullah Al Shorain Al Mutairi menambahkan perusahaan yang bergerak di bidang migas agar prosedur birokratis atas pengajuan kontrak kerja sama yang tidak dalam sistem gross split.
"Terlebih soal langkah-langkah persetujuan pengadaan serta waktu untuk mendapat pengajuan. Serta menyederhanakan izin ekspor," ucapnya.