Kamis 22 Aug 2019 15:53 WIB

Kementan Tolak Rencana Impor Jagung

Jagung merupakan komoditas pertanian yang paling sulit terimbas gagal panen.

Rep: Imas Damayanti/ Red: Friska Yolanda
Petani mengumpulkan jagung yang baru saja dipanennya di Desa Tuva, Kecamatan Gumbasa, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, Rabu (14/8/2019). Kementerian Pertanian menargetkan produksi jagung nasional di tahun 2019 sebesar 33 juta ton atau naik dibandingkan sebelumnya yang hanya 30 juta ton dan saat ini telah berada pada posisi surplus produksi.
Foto: ANTARA FOTO/Basri Marzuki
Petani mengumpulkan jagung yang baru saja dipanennya di Desa Tuva, Kecamatan Gumbasa, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, Rabu (14/8/2019). Kementerian Pertanian menargetkan produksi jagung nasional di tahun 2019 sebesar 33 juta ton atau naik dibandingkan sebelumnya yang hanya 30 juta ton dan saat ini telah berada pada posisi surplus produksi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pertanian (Kementan) menolak rencana impor jagung yang dilontarkan Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita. Awalnya, rencana impor tersebut bakal dilakukan guna merespons tingginya harga jagung pakan ternak nasional dan antisipasi penurunan produksi akibat kekeringan.

Direktur Serealia Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementan Bambang Sugiharto menyatakan menolak gagasan tersebut. Menurut dia, stok jagung nasional saat ini dalam kondisi stabil meski kekeringan melanda.

Baca Juga

“Posisi kita jelas, tolak rencana impor itu pasti. Karena enggak relevan dengan kondisi riil,” ujarnya saat dihubungi Republika.co.id, Kamis (22/8).

Bambang juga mempertanyakan ketidakstabilan sisi produksi yang dimaksud. Sebab, menurut dia, jagung merupakan komoditas pertanian yang paling sulit terimbas gagal panen. Dia menyebut hingga saat ini belum pernah ada kasus gagal panen jagung akibat kekeringan.

Sedangkan terkait harga, dia mengklaim, harga jagung lokal saat ini masih relatif terjangkau. Meski dia tidak dapat menyebut berapa harga spesifik jagung-jagung tersebut. Berdasarkan informasi yang dia terima dari sejumlah produsen pakan ternak, harga jagung pun masih normal.

“Kemarin saya baru saja pergi ke produsen pakan, harga (jagung) kata mereka masih sekitar Rp 4.000 per kg,” ujarnya.

Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 58 Tahun 2018 tentang Penetapan Harga Acuan Pembelian di Petani dan Harga Acuan Penjualan di Konsumen disebutkan, harga jagung di tingkat konsumen di level Rp 4.000 per kg. Sedangkan harga jagung di tingkat petani terbagi menjadi lima kriteria tergantung kadar airnya. Kriteria tersebut antara lain dengan kadar air 15 persen seharga Rp 3.150 per kg, 20 persen kadar air sebesar Rp 3.050 per kg, 25 persen kadar air sebesar Rp 2.850 per kg, 30 persen kadar air sebesar Rp 2.750 per kg, dan kadar air 35 persen sebesar Rp 2.500 per kg.

Bambang menambahkan, faktor kemarau dan kekeringan tidak berpengaruh banyak terhadap produktivitas jagung. Menurutnya, jagung merupakan salah satu komoditas pertanian yang tak terlalu membutuhkan pasokan air berlebih layaknya padi.

Sekretaris Jenderal Dewan Jagung Nasional (DSN) Maxdeyul Sola mengakui harga jagung saat ini memang mengalami kenaikan. Hanya saja menurut dia, kenaikan harga tersebut masih dalam ambang wajar sebab ada pengaruh kemarau.

Sehingga, biaya produksi jagung petani bertambah untuk dialihkan pada pemenuhan pengaliran air dari berbagai aspek. Contohnya, untuk biaya mesin pompa serta biaya pengaliran yang lainnya.

“(Ada kenaikan), tapi enggak banyak. Kalau dibanding tahun lalu, harga masih oke yang sekarang. Mei 2018 harga sudah melambung, ini sudah Agustus 2019 harga naik tapi masih normal (kenaikannya),” ujarnya.

Dia mencontohkan, harga beli jagung ke petani Sumbawa baru-baru ini berkisar Rp 3.500-Rp 3.700 per kg. Sedangkan harga beli di pabrik menyentuh Rp 4.500 per kg atau berada di atas harga pembelian pemerintah (HPP) sebesar Rp 3.150 per kg.

“Memang selalu di atas HPP harganya, ini juga kami minta ke Kemendag HPP-nya direvisi. Jangan segitu,” ujarnya.

Di sisi lain dia menambahkan, jika pemerintah ingin menekan biaya produksi jagung petani maka hal utama yang perlu diperhatikan adalah pembangunan infrastruktur fisik. Menurut dia, sejumlah infrastruktur fisik seperti ketersediaan air, gudang, hingga sarana logistik juga dapat menekan biaya produksi lebih jauh.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement