Kamis 22 Aug 2019 15:10 WIB

Imbal Hasil Menarik Jadi Alasan BI Turunkan Suku Bunga Acuan

Perkiraan inflasi di bawah titik tengah sasaran juga jadi alasan penurunan suku bunga

Rep: Novita Intan/ Red: Friska Yolanda
Bank Indonesia menyelenggarakan konferensi pers suku bunga acuan di Gedung Bank Indonesia, Jakarta, Kamis (22/8).
Foto: Republika/Novita Intan
Bank Indonesia menyelenggarakan konferensi pers suku bunga acuan di Gedung Bank Indonesia, Jakarta, Kamis (22/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia memutuskan untuk kembali menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 5,5 persen dari 5,75 persen. Penurunan ini juga diikuti suku bunga Deposit Facility sebesar 25 basis poin menjadi 4,75 persen dan suku bunga Lending Facility menjadi 6,25 persen. 

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan ada tiga alasan suku bunga acuan kembali diturunkan. Pertama, rendahnya perkiraan inflasi yang berada di bawah titik tengah sasaran. Kedua, tetap menariknya imbal hasil investasi aset keuangan domestik dan terakhir sebagai langkah pre emptive untuk mendorong momentum pertumbuhan ekonomi ke depan.

Baca Juga

“Ketiga alasan tersebut dapat mendukung stabilitas eksternal sekaligus mendorong momentum pertumbuhan ekonomi ke depan dari dampak perlambatan ekonomi global,” ujarnya saat konferensi pers di Gedung Bank Indonesia, Jakarta, Kamis (22/8).

Menurutnya ketegangan hubungan dagang dan sejumlah risiko geopolitik semakin menekan volume perdagangan dan pertumbuhan ekonomi dunia. Perekonomian AS tumbuh melambat akibat menurunnya ekspor dan juga investasi nonresidensial. 

“Pertumbuhan ekonomi Eropa, Jepang, Cina dan India juga lebih rendah dipengaruhi penurunan kinerja sektor eksternal serta permintaan domestik. Pelemahan ekonomi global terus menekan harga komoditas termasuk harga minyak,” ucapnya. 

Ke depan, Bank Indonesia melakukan strategi operasi moneter tetap diarahkan untuk memastikan kecukupan likuiditas dan meningkatkan efisiensi pasar uang, sehingga memperkuat transmisi kebijakan moneter yang akomodatif. Kebijakan makroprudensial tetap akomodatif untuk mendorong penyaluran kredit perbankan dan memperluas pembiayaan bagi perekonomian, termasuk pembiayaan ramah lingkungan. 

“Kebijakan sistem pembayaran dan pendalaman pasar keuangan juga terus diperkuat guna mendukung pertumbuhan ekonomi,” ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement