Kamis 15 Aug 2019 14:42 WIB

Regulasi E-Commerce Tunggu Persetujuan Sejumlah Kementerian

Regulasi e-commerce tidak mengatur mengenai pembatasan produk impor secara detil

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Nidia Zuraya
ecommerce
ecommerce

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Bina Usaha dan Pelaku Distribusi Kementerian Perdagangan (Kemendag) I Gusti Ketut Astawa menuturkan, Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) yang membahas Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) atau e-commerce sudah sampai di Kementerian Sekretariat Negara (Setneg). Lebih tepatnya, regulasi ini sedang berada di tahapan menunggu pengumpulan paraf sejumlah kementerian terlibat.

Apabila paraf dari seluruh kementerian sudah didapatkan, Astawa menjelaskan, Kemensetneg baru mengirimkan ke Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk diresmikan. Tapi, ia belum dapat memastikan kapan beleid ini akan dirilis. "Semua tergantung Bapak Presiden," tuturnya ketika ditemui di Jakarta Convention Center, Jakarta, Kamis (15/8).

Baca Juga

RPP E-Commerce, Astawa menuturkan, akan mengatur beberapa poin mengenai perdagangan elektronik. Di antaranya pengaturan pelaku usaha luar negeri maupun dalam negeri, pelayanan perizinan hingga mekanisme pembayaran.

Astawa menyebutkan, RPP tersebut tidak akan membahas mengenai pembatasan produk impor secara detil. Aturan pembatasan ini akan tertuang dalam produk turunan yang berdiri sendiri. Baik itu dalam bentuk Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag), Peraturan Menteri Keuangan (PMK) maupun Peraturan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC).

Tapi, Astawa menegaskan, pemerintah tetap menjelaskan dalam regulasi agar industri mengutamakan produk dalam negeri. "Untuk teknis lengkapnya, akan ada di Permendag," katanya.

Astawa mengakui, sampai saat ini, pemerintah belum memiliki data mengenai jumlah produk impor di tiap platform e-commerce. Ia menyebutkan, RPP e-commerce akan mendorong, bahkan mewajibkan, para pelaku usaha untuk mengumpulkan data tersebut. Nantinya, pengumpulan dan pengolahan data akan dilakukan secara teknis oleh Badan Pusat Statistik (BPS).

Setelah pengumpulan data, Astawa menjelaskan, pemerintah akan melakukan evaluasi untuk kemudian membuat kebijakan di kemudian hari. "Ini kan sebagai aset. Jaman sekarang, kami bicara big data," tuturnya.

Sementara itu, Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Kemenko Perekonomian Rudy Salahuddin meyakini, regulasi e-commerce akan menjawab kekhawatiran masyarakat terhadap ‘banjirnya’ barang impor di platform Indonesia.

Dalam catatannya, Rudy menjelaskan bahwa nilai produk impor di e-commerce Indonesia mencapai 0,4 persen dari total nilai impor pada tahun lalu. Dari data BPS, nilai impor Indonesia selama periode 2018 adalah 156,99 miliar dolar AS. Artinya, kontribusi impor di e-commerce yakni 627,96 juta dolar AS.

"Ini data kami ambil dari bea cukai," ujarnya.

Rudy menjelaskan, dalam peraturan pemerintah tersebut, pemerintah mengatur transaksi cross border yang memberikan dampak pada pembatasan produk impor ke Indonesia. Hanya saja, ia belum dapat menghitung seberapa besar pengurangan tersebut akan terjadi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement