Rabu 14 Aug 2019 18:33 WIB

Simplikasi Tarif Cukai Beratkan Perusahaan Rokok Rakyat

Pemerintah dan masyarakat harus melihat industri rokok secara keseluruhan.

Industri rokok rumahan (ilustrasi)
Foto: Antara/Arief Priyono
Industri rokok rumahan (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengusaha dan Pengelola Perusahaan Rokok yang tergabung dalam Gaperoma mendukung penuh kebijakan Presiden Joko Widodo menolak simplifikasi penerapan tarif cukai yang semula 10 tier menjadi 5 tier.  Simplifikasi akan berdampak pada banyaknya perusahaan rokok yang berguguran dan puluhan ribu tenaga kerja industri hasil tembakau (IHT) akan kehilangan lapangan pekerjaan.

Namun Gaperoma tidak menolak rencana pemerintah menaikkan cukai rokok di tahun 2020 mendatang, asal tidak melebihi angka inflasi. Ketua Umum Gaperoma Johni SH mengatakan simplikasi atau penyederhaan sistem tier cukai dari yang semula sepuluh menjadi lima tier memberatkan kalangan perusahaan rokok terutama rokok rakyat. "Ini akan mematikan rokok rakyat," ujarnya di Jakarta.

"Karena itu, kami mendukung kebijakan Presiden Joko Widodo yang menghentikan simplikasi penerapan cukai,” kata Johni menambahkan. Rencana Kementerian Keuangan yang akan menerapkan simplifikasi penarikan cukai dinilai hanya akan menguntungkan monopoli pemasaran rokok perusahaan besar.

Ia khawatir simplikasi akan mematikan industri rokok di dalam negeri. Yang tercipta kemudian adalah monopoli usaha di bidang industri hasil tembakau. Johni pun sangsi kebijakan simplifikasi akan meningkatkan pendapatan negara.

"Yang pasti hanya menguntungkan perusahaan dan produsen rokok besar. Mematikan produsen rokok rakyat," ujarnya menegaskan. "Ini berbahaya bagi perekonomian negara dan masyarakat jangka pendek maupun jangka Panjang."

Kebijakan itu, Johni menyatakan, bisa membuat jutaan tenaga kerja di sektor industri hasil tembakau kehilangan lapangan pekerjaan. Jika itu yang terjadi maka bukan hanya pengusaha rokok yang dirugikan, tetapi juga seluruh masyarakat, pemerintah pusat dan daerah.

Gaperoma, ujar Johni, saat ini menaungi 18 pabrikan sebagai anggota, dengan jumlah tenaga formal tak kurang dari 22 ribu orang. Jika Kebijakan simplifikasi cukai jadi diterapkan, ia khawatir puluhan ribu tenaga kerja di pabrik rokok milik anggota Gaperoma bakal kehilangan pekerjaan.

Johni mengatakan pemerintah dan masyarakat harus melihat industri rokok secara keseluruhan. Bukan hanya dari kacamata pemerintah pusat. Majunya industri rokok bukan hanya menguntungkan pemerintah pusat, tapi juga pemerintah daerah.

Pendapatan asli daerah meningkat dan ekonomi masyarakat bergerak. Lapangan pekerjaan, kata Johni, juga tersedia. Tak hanya lapangan pekerjaan di pabrik-pabrik rokok, namun juga lapangan pekerjaan di industri turunan dari industri rokok seperti logistik, perusahaan periklanan dan sektor penginapan. "Kuliner di sekitar pabrik rokok juga diuntungkan," sebutnya.

Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI), Berli Martawardaya, mengatakan penerapan kebijakan simplifikasi penarikan cukai tahun depan tergantung persetujuan Presiden. Menteri keuangan sebelum menerapkan kebijakan itu tentunya akan berkonsultasi dengan Presiden Joko Widodo.

“Dalam sistem organisasi pemerintahan, meskipun Kementerian Keuangan mendukung dan sudah melakukan berbagai kajian, keputusan ada di tangan Presiden," ujar Berli.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement