Senin 12 Aug 2019 15:33 WIB

Belanja Barang Lebih Dorong Pertumbuhan Ekonomi

1 persen kenaikan belanja barang berkontribusi 0,08 persen terhadap ekonomi.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Friska Yolanda
etugas melakukan aktivitas bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Sabtu (10/8/2019). Menko Bidang Perekonomian Darmin Nasution menyatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal II 2019 sebesar 5,05 persen, lebih rendah dari kuartal II 2018 sebesar 5,27 persen dan kuartal I 2019 sebesar 5,07 persen yang dipicu perlambatan ekonomi dunia.
Foto: Indrianto Eko Suwarso/Antara
etugas melakukan aktivitas bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Sabtu (10/8/2019). Menko Bidang Perekonomian Darmin Nasution menyatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal II 2019 sebesar 5,05 persen, lebih rendah dari kuartal II 2018 sebesar 5,27 persen dan kuartal I 2019 sebesar 5,07 persen yang dipicu perlambatan ekonomi dunia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hasil kajian Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) memperlihatkan, belanja barang memiliki dorongan lebih besar terhadap pertumbuhan ekonomi dibandingkan belanja modal dan pegawai. Kajian ini berdasarkan data belanja kementerian/ lembaga pada masa APBN 2016-2017. 

Direktur Keuangan Negara dan Analisis Moneter Kementerian PPN/ BAPPENAS Boediastoeti Ontowirjo menjelaskan, setiap satu persen kenaikan belanja barang dapat berkontribusi terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi hingga 0,08 persen. Angka tersebut terbesar dibandingkan belanja modal (0,03 persen) maupun belanja pegawai (0,01 persen).

Baca Juga

"Artinya, elastisitas belanja barang tertinggi," ujarnya dalam Seminar Nasional di kantornya, Jakarta, Senin (12/8). 

Hanya saja, tidak semua belanja barang berdampak signifikan. Asti, panggilan Boediastoeti, menjelaskan dampak positif belanja barang dipengaruhi tren belanja barang produktif yang nominalnya semakin meningkat. 

Berdasarkan data dari Kementerian Keuangan, belanja barang produktif pada 2018 adalah Rp 56 triliun atau 16 persen dari Rp 347 triliun. Jumlah tersebut meningkat dibandingkan tahun sebelumnya, dimana kontribusi barang produktif adalah 14,4 persen, yaitu Rp 42 triliun dari Rp 291 triliun. 

Dalam kajiannya, Bappenas menunjuk dua belanja barang yang termasuk produktif. Pertama, peningkatan belanja alat mesin pertanian (Alsintan) dan input produksi yang merupakan program Kementerian Pertanian.

"Tiap satu persen belanja ini, berkontribusi 0,33 persen peningkatan subsektor pertanian, peternakan, perburuan dan jasa pertanian di daerah," ujar Asti. 

Program kedua yang disebutkan Asti adalah Belanja Pengadaan Kapal milik Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Setiap satu persen belanja ini berkontribusi atas 0,13 persen peningkatan subsektor perikanan di daerah dan 0,07 poin penurunan ketimpangan intradaerah. 

Dalam perencanaan ke depan, Asti menjelaskan, Bappenas mendorong tiap kementerian/ lembaga untuk belanja barang yang produktif. Artinya, belanja barang yang mampu mendorong pertumbuhan ekonomi, mengurangi tingkat kemiskinan dan mengurangi ketimpangan intradaerah.

"Dengan begitu, belanja negara menjadi lebih berkualitas," tuturnya. 

Menteri PPN/ Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro menuturkan, kajian tersebut membuktikan bahwa belanja barang tidak selalu lebih 'boros' dibandingkan belanja modal. Apabila belanja barang ditujukan untuk membeli mesin yang dapat mendukung produktivitas suatu kelompok masyarakat, dampaknya akan efektif terhadap ekonomi wilayah tersebut. 

Pun dengan sebaliknya. Bambang mengatakan, belanja modal yang sekadar membeli komputer, mobil perjalanan dinas dan gedung tidak ada urusan dengan belanja berkualitas. "Kita harus lebih cermat dengan pembedaan ini," katanya.

Bambang menyebutkan, poin yang harus dianalisis adalah apakah pemberian belanja modal dan barang tersebut tepat sasaran. Kementerian/ lembaga harus menganalisa belanja yang akan dilakukan memang sesuai dengan kebutuhan target. 

Dengan kajian ini, Bambang menegaskan, Bappenas mendorong agar seluruh kementerian/lembaga tidak menuntut dirinya untuk belanja modal besar. "Kalau semua dituntut belanja modal besar, ujungnya hanya menambah kantor yang tidak perlu. Itu jadi pemborosan," ucapnya. 

Tapi, bukan berarti kementerian/ lembaga yang memang harus belanja modal besar tidak melakukan kewajibannya. Bambang mengatakan, beberapa pihak yang berhak mengejar target belanja modal besar antara lain Kementerian PUPR, Kementerian Perhubungan, Kementerian Pertahanan dengan alutsistanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement