REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) menilai industri manufaktur menjadi peluang pertumbuhan ekonomi modern. Sebab industrialisasi merupakan fitur utama peningkatan pangsa manufaktur dalam Produk Domestik Bruto (PDB).
Deputi Gubernur Bank Indonesia Dody Budi Waluyo mengatakan pengembangan industri manufaktur dibutuhkan dukungan investasi yang kuat. menurutnya, investasi swasta pernah berjaya secara historis tumbuh tujuh persen sampai delapan persen, bahkan bisa lebih dari itu.
"Jadi masih banyak room investasi tumbuh,” ujarnya usai acara ‘Structural Transformation through Manufacturing Sector Development for High and Sustainable Economic Growth’ di Gedung Bank Indonesia, Jakarta, Senin (12/8).
Selama kuartal II 2019, laju Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) atau investasi hanya tumbuh 5,01 persen terhadap PDB. Angka ini melambat dibandingkan periode sama tahun sebelumnya sebesar 5,85 persen.
Menurut Dody pertumbuhan investasi yang rendah di Indonesia tak terlepas dari permintaan produksi yang juga masih belum tinggi. Hal ini turut menekan laju ekspor sebesar 1,81 persen pada kuartal dua 2019.
“Dengan ekspor melambat permintaan produksi berkurang dan otomatis investasi berkurang, serta akan menurunkan pendapatan devisa ekspor,” jelasnya.
Menurutnya peluang investasi di Indonesia masih bisa diakselerasi. Semisal industri manufaktur unggulan seperti tekstil, otomotif dan alas kaki memiliki pangsa pasar yang besar di negara maju.
Hanya saja, Dody menekankan peningkatan investasi tak cukup hanya melalui kebijakan bank sentral maupun pemerintah. Diperlukan juga antisipasi pertumbuhan ekonomi global yang berpotensi mengalami penurunan.
“Semua negara akan tumbuh dan akan lebih baik dari tahun sebelumnya, cuma tidak optimal seperti yang seharusnya. Itu yang tercermin dari outlook pertumbuhan dunia dikoreksi ke bawah ke 3,2 persen,” ucapnya.
Dody menambahkan tidak mudah mengembangkan industri manufaktur yang lebih kuat pada masa depan terutama untuk menopang ekspor. Setidaknya dibutuhkan kompeten sumber daya domestik yang kuat.
“Perusahaan manufaktur di Indonesia menemukan berbagai kendala dalam melakukan bisnis, mulai dari infrastruktur, tenaga kerja hingga regulasi,” ucapnya.
Oleh karena itu, diperlukan strategi dalam pengembangan industri manufaktur dengan berfokus pada industri-industri prioritas. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan hasil yang optimal.
“Sejak 2015 pemerintah telah menerapkan 16 paket reformasi. Paket-paket ini bertujuan secara luas untuk menghilangkan hambatan dalam melakukan bisnis, mendorong ekspor dan mencapai pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. Inisiatif ini fokus pada semua sektor dan industri, termasuk sektor manufaktur,” jelasnya.
Selain paket reformasi ini, lanjut Dody, pemerintah juga telah menawarkan berbagai insentif kebijakan khususnya industri manufaktur. Bahkan, sebagian besar untuk mendorong investasi yang lebih besar di sektor ini.