Senin 12 Aug 2019 08:53 WIB

Prospek Bancasurrance di Semester Kedua Membaik

Pada semester pertama bancassurance dinilai kurang bergairah bagi industri asuransi

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Nidia Zuraya
Asuransi (Ilustrasi)
Foto: wepridefest.com
Asuransi (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat asuransi Irvan Rahardjo menilai bancassurance atau produk asuransi hasil kerja sama antara perusahaan asuransi dengan perbankan memiliki prospek baik pada semester kedua tahun ini. Penyebabnya, tingkat kepercayaan masyarakat diprediksi membaik pasca pemilu.

Irvan menjelaskan, kanal yang menjual produk bancassurance melalui saluran perbankan ini bahkan akan menjadi tumpuan perusahaan asuransi pada paruh kedua. Sebab, potensi nasabah bank untuk membeli polis asuransi masih sangat besar.

Baca Juga

"Kepercayaan nasabah bank untuk membeli polis dari referensi bank lebih tinggi daripada membeli dari agen asuransi," tuturnya dalam rilis yang diterima Republika, Senin (12/8).

Irvan memproyeksikan, bancassurance akan menjadi senjata utama selain menjual produk asuransi dari keagenan. Apalagi, kini perbankan membutuhkan pendapatan di luar bisnis konvensional. Mereka mengincar pendapatan non-bunga, tidak terkecuali dari perusahaan asuransi.

Sebelumnya, pada semester pertama kanal bancassurance dinilai kurang bergairah bagi industri asuransi jiwa. Irvan menjelaskan, setidaknya ada tiga faktor penyebab, yakni karena situasi politik dan keamanan nasional serta perang dagang Amerika Serikat dengan China.

Irvan mencatat, pada kuartal pertama tahun ini, pendapatan premi turun 11,6 persen secara tahunan menjadi Rp 46,4 triliun. Penurunan disebabkan penurunan bancassurance sebesar 22 persen.

"Adapun kontribusi bancassurance terhadap pendapatan premi mencapai 40 persen," tuturnya.

Menurut Irvan, melemahnya bancassurance pada awal tahun disebabkan oleh faktor Pemilu 2019. Kondisi itu membuat perbankan dan bisnis pada umumnya lebih banyak menunggu stabil atau masih wait and see dengan hasil Pemilu.

"Ada juga faktor perang dagang AS dan China yang menekan kurs rupiah terhadap dollar. Sehingga banyak orang mengalihkan instrumen investasi ke emas dan dolar AS,” kata Irvan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement