Kamis 08 Aug 2019 21:57 WIB

Tak Semua Cabai Berharga Mahal

Kenaikan harga cabai tidak terjadi secara merata.

Red: EH Ismail
Cabai sebagai komoditas hortikultura
Foto: Humas Kementan
Cabai sebagai komoditas hortikultura

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kementerian Pertanian terus melakukan upaya mengamankan pasokan cabai di tengah tantangan musim kemarau yang melanda berbagai daerah. Meski mengalami kenaikan, harga cabai rawit merah di beberapa sentra terutama di Pulau Jawa diprediksi tidak akan berlangsung lama seiring dengan masuknya musim panen yang dimulai akhir Agustus 2019. 

Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hortikultura, Yasid Taufiq, saat dihubungi di Jakarta (7/8), menyebut kenaikan harga cabai tidak terjadi secara merata namun hanya di beberapa kawasan saja terutama Pulau Jawa. "Sebenarnya kenaikan harga cabai rawit hingga diatas Rp 50.000 per kilo di tingkat petani tidak terjadi secara meluas. Paling banyak hanya di sentra Pulau Jawa. Namun karena langsung memasok pasar DKI Jakarta dan kota-kota besar di Jawa, efek psikologis pasarnya terasa meluas kemana-mana," ujar Yasid.

"Pantauan kami sejauh ini, di zona luar Jawa seperti Sulawesi, Nusa Tenggara, sebagian Sumatera dan Kalimantan, harga di petani masih wajar kok," jelasnya.

Menurut Yasid, harga cabai di Pulau Jawa rentan terjadi fluktuasi karena pasokan untuk kota-kota besar masih mengandalkan dari beberapa sentra utama saja. "Pasokan cabai terlalu mengandalkan daerah-daerah tertentu. Pemain pasarnya pun itu-itu saja. Sedikit saja muncul gangguan produksi cabai rawit di sentra-sentra produksi utama Pulau Jawa seperti Banyuwangi, Blitar, Kediri, Temanggung, Magelang dan Cianjur, sangat rentan mempengaruhi harga di Jakarta dan kota-kota besar lainnya," terang Yasid.

Berdasarkan pemantauan Posko Cabai dan Bawang Ditjen Hortikultura (7/8), harga cabai rawit merah tingkat petani di berbagai daerah masih berada dibawah Rp 50.000 per kilo, diantaranya Solok Rp 40.000/kg, Ogan Komering Ilir Rp 40.000/kg, Sumedang Rp 47.000/kg, Indramayu Rp 37.000/kg, Rembang Rp 28.000/kg, Bondowoso Rp 45.000/kg, Belu Rp 25.000/kg, Manggarai Rp 30.000/kg, Kapuas Rp 45.000/kg dan Tapin Rp 45.000/kg.

Sementara harga cabai rawit merah di kawasan Sulawesi rata-rata terpantau normal. Harga cabai rawit di Parigi Moutong terpantau Rp 45.000/kg, Barru Rp 45.000/kg, Sidrap Rp 20.000/kg, Bantaeng Rp 35.000/kg, Pinrang Rp 47.500/kg, Pohuwato Rp 35.000/kg, Majene Rp 30.000/kg dan Mamuju Rp 25.000/kg. 

Dihubungi terpisah, Wakil Ketua Komisi IV DPR-RI Roem Kono meminta pemerintah lebih fokus menata tata niaga cabai supaya harga di petani bisa terjaga. "Pemerintah harus adil, jangan hanya lantang ketika harga naik, sementara saat harga di petani jatuh tidak bisa banyak berbuat. Kuncinya di tata niaga. Kalau harga bisa dijaga stabil menguntungkan, tidak usah disuruh petani pasti antusias menanam. Tinggal selanjutnya diatur pola produksinya," kata Roem. 

Politisi Partai Golkar ini menegaskan, persoalan ini bukan hanya tugas Kementan, tapi menjadi tanggung jawab pemerintah secara kolektif, terutama yang membidangi perekonomian cabai. 

"Wacana impor cabai itu malah tidak membantu petani kita. Kebijakan yang diambil sedapat mungkin harus memacu para petani. Kalau kemudian mau impor ya cukup dari Sulawesi atau dari Kalimantan, Sumatera. Tapi tidak perlu dari negara lain," jelas dia.

Untuk itu dia meminta pemerintah hati-hati menyikapi fluktuasi harga cabe saat ini dengan menggelindingkan wacana impor. Dia tidak ingin wacana ini disikapi sinis oleh para petani sehingga meruntuhkan semangat petani yang sedang terpicu dengan manisnya cabai di pasaran.

"Kita ini negara agraris. Masa sedikit-sedikit impor. Saya kira ini harga diri bangsa jadi harus dipikirkan,” tegas politisi senior Partai Golkar ini. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement