REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terbuka pada setiap aduan masyarakat baik tentang financial technology (fintech) ilegal maupun legal terdaftar. Anggota Dewan Komisioner OJK bidang Edukasi Perlindungan Konsumen, Tirta Segara menyampaikan konsumen dapat mengajukan pengaduan jika mengendus ada penyalahgunaan.
"Kalau ada konsumen merasa datanya disalahgunakan, adukan ke OJK, nanti kami yang cek ke lembaga jasa keuangan terkait," katanya di gedung BPPT Jakarta, Selasa (30/7).
Meski demikian, OJK hanya melakukan penindakan bagi jasa keuangan yang memiliki izin dan terdaftar. Untuk fintech ilegal, OJK akan mengarahkan pelaporan pada otoritas kepolisian. OJK bekerja sama dengan Polri untuk penindakan fintech ilegal ini.
Tirta mengatakan, OJK tidak mengizinkan fintech untuk mengakses data pribadi termasuk kontak di ponsel nasabah. Jika kedapatan masih melaksanakan aktivitas tersebut, OJK memberikan sanksi hingga pemblokiran aplikasi.
"Kita cek secara berkala, kita datang ke lembaga keuangan untuk memastikan sistem mereka sesuai dengan regulasi," kata Tirta.
Menurut dia, OJK memiliki sistem yang akan memeriksa keamanan data pengguna agar tidak bocor, dan meyakini agar data nasabah aman. Tirta mengakui keberadaan fintech ilegal menjadi momok bagi perkembangan lembaga keuangan digital.
Namun, ini juga menjadi ajang literasi bagi masyarakat agar lebih waspada dan hati-hati dalam menggunakan fintech. Masyarakat harus membekali diri dengan informasi mumpuni dan OJK menyediakan akses ke sana.
"Meski terus muncul dan meresahkan, kita akan tutup lagi tutup lagi," kata Tirta.
Dalam semester pertama 2019, OJK dan Satuan Tugas Waspada Investasi telah memblokir sekitar 1.087 aplikasi. Menurutnya, OJK menindak sesuai regulasi yang ada tanpa menunggu Undang-Undang fintek.
"Tidak perlu menunggu UU fintech, sepanjang bentuknya lembaga keuangan OJK tetap bisa mengawasi dan menindak," kata dia.