REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia mencatat aliran modal asing masuk atau capital inflow ke Indonesia hingga akhir Juli 2019 sebesar Rp 193,2 triliun. Adapun modal asing yang masuk melalui sejumlah instrumen, di antaranya Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp 120,1 triliun dan saham sebesar Rp 72,1 triliun.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan aliran modal asing yang masuk ke Indonesia mengonfirmasi bahwa perekonomian nasional memiliki prospek yang baik dan investasi imbal hasil yang menarik.
“Credits premi risiko yang diukur dengan Credit Default Swap juga menurun, tanggal 26 Juli itu turun sangat rendah 76,68. Ini lebih rendah dibandingkan dengan akhir tahun 2018 yang pada waktu itu 135,9,” ujarnya saat konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) di Gedung Bank Indonesia, Selasa (30/7).
Menurut Perry terjaganya stabilitas maka Bank Indonesia mengarahkan seluruh kebijakan untuk mendorong momentum pertumbuhan ekonomi. Kebijakan dukungan yang dilakukan Bank Indonesia secara akomodatif, di antaranya menurunkan giro wajib minimum (GWM) sebesar 50 bps pada Juni 2019 dan menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 bps pada bulan ini.
"Kebijakan ini ditempuh dengan sejalan tetap rendahnya inflasi dan perlunya dorong perekonomian di tengah kondisi ketidakpastian global. Ke depan kami melihat bahwa ruang masih terbuka untuk kebijakan moneter yang akomodatif," jelasnya.
Selain itu, kebijakan sistem pembayaran BI juga telah diarahkan untuk mendorong perekonomian dan memperluas kemajuan dalam mengembangkan keuangan digital. Kebijakan tersebut sejalan dengan visi sistem pembayaran Indonesia yakni QR Indonesia Standar (QRIS) yang telah diluncurkan pada Mei lalu.
"Kami launching QRIS dan SKNBI yang akan lebih murah, cepat dan besar. Mulai 1 September SKNBI setiap jam settlement-nya dari 5 jadi 9 kali, dari jumlahnya Rp 500 juta bisa sampai Rp1 miliar dan biayanya dari Rp 5.000 jadi Rp 3.500," ucapnya.