Selasa 30 Jul 2019 05:10 WIB

Pengusaha Keberatan Pengenaan Bea Masuk Biodiesel

Uni Eropa berencana mengenakan bea masuk 8-18 persen untuk produk biodiesel Indonesia

Rep: Muhammad Nursyamsyi/ Red: Dwi Murdaningsih
Petugas menunjukkan sampel bahan bakar B30 saat peluncuran uji jalan Penggunaan Bahan Bakar B30 untuk kendaraan bermesin diesel di Kementerian ESDM, Jakarta, Kamis (13/6). Uji jalan kendaraan berbahan bakar campuran biodiesel 30 persen pada bahan bakar solar atau B30 dengan menempuh jarak 40 ribu dan 50 ribu kilometer tersebut bertujuan untuk mempromosikan kepada masyarakat bahwa penggunaan bahan bakar itu tidak akan meyebabkan performa dan akselerasi kendaraan turun.
Foto: Prayogi/Republika.
Petugas menunjukkan sampel bahan bakar B30 saat peluncuran uji jalan Penggunaan Bahan Bakar B30 untuk kendaraan bermesin diesel di Kementerian ESDM, Jakarta, Kamis (13/6). Uji jalan kendaraan berbahan bakar campuran biodiesel 30 persen pada bahan bakar solar atau B30 dengan menempuh jarak 40 ribu dan 50 ribu kilometer tersebut bertujuan untuk mempromosikan kepada masyarakat bahwa penggunaan bahan bakar itu tidak akan meyebabkan performa dan akselerasi kendaraan turun.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Harian Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) Paulus Tjakrawan keberatan dengan rencana Uni Eropa (UE) mengeluarkan proposal besaran bea masuk imbalan sementara produk biodiesel asal Indonesia. Menurut Paulus, keputusan UE terkait penetapan bea masuk biodiesel asal Indonesia akan menghambat ekspor biodiesel Indonesia ke Eropa yang sedang tumbuh pada semester pertama 2019.

"Kan 2019 harusnya ekspor, itu lah sengaja mereka (UE) ganggu ini," kata Paulus, Senin (29/7).

Baca Juga

Paulus mengatakan, saat ini pemerintah Indonesia dan eksportir sedang menunggu dokumen resmi dari UE terkait tuduhan yang dialamatkan kepada pemerintah Indonesia dan perusahan-perusahaan. Paulus menyampaikan, pemerintah akan mengkaji dokumen resmi untuk mengetahui alasan di balik pengenaan bea masuk oleh UE.

"Nanti kan tergantung hasil pembelaan masing-masing perusahaan dan pemerintah, mungkin bisa kurang dari delapan persen nanti kita lihat, kalau bisa lebih rendah lagi kan mungkin bisa banyak yang ekspor," ucap Paulus.

Rapat juga dihadiri Direktur Pengamanan Perdagangan, Kemendag, Pradnyawati. Seusai rapat, Pradnyawati enggan berbicara banyak terkait isi pembahasan rapat. Menurut Pradnyawati, dirinya hanya memaparkan soal kronologi dan persoalan yang dihadapi pemerintah terkait keputusan UE tentang bea masuk biodiesel.

Sebelumnya, saat jumpa pers di Kantor Kemendag, Jakarta, Jumat (26/7), Pradnyawati, mengatakan Pemerintah Indonesia sudah menduga sikap Uni Eropa (UE) yang mengeluarkan proposal besaran bea masuk imlaan sementara produk biodiesel asal Indonesia pada Juli 2019. Besaran bea masuk imbalan sementara yang diajukan pada margin delapan persen hingga 18 persen.

Pradnyawati bahkan menyebut apa yang dilakukan UE sudah terstruktur, sistematis, dan masif atau TSM untuk menghambat laju ekspor biodiesel Indonesia di pasar Eropa.

"Ini strategi besar yang TSM, intinya mereka (UE) tidak mau minyak nabati yang dihasilkan bumi Eropa disaingi minyak nabati negara tropis, seperti kita yang dari apapun lebih kompetitif, oleh karena itu kita digempur dari berbagai arah dan intstrumen," ujar Pradnyawati.

Pradnyawati menjelaskan, sebelum melalui faktor subsidi, UE juga pernah menuduh Indonesia melakukan pelanggaran, mulai dari aspek kesehatan, subsidi, hingga orang utan. Tujuannya, kata dia, hanya satu yakni produk biodiesel Indonesia tidak membanjiri pasar Eropa.

Pradnyawati menyebut ekspor biodiesel Indonesia ke UE sendiri mengalami peningkatan tajam, dari 116,7 juta dolar AS pada 2017 menjadi 532,2 juta dolar AS pada 2018.

"Karena signifikan ekspor kita ke Eropa, itu mungkin yang memicu mereka melancarkan tuduhan-tuduhan kepada kita," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement