Jumat 26 Jul 2019 19:07 WIB

Kemarau Ekstrem, Petani Cabai Beli Air untuk Jaga Produksi

Pemerintah perlu membangun resi gudang untuk menyeimbangkan suplai dan permintaan.

Rep: Imas Damayanti/ Red: Friska Yolanda
Harga Cabai Naik. Pembeli memilih cabai di Pasar Inpres Senen, Jakarta Pusat, Ahad (21/7).
Foto: Fakhri Hermansyah
Harga Cabai Naik. Pembeli memilih cabai di Pasar Inpres Senen, Jakarta Pusat, Ahad (21/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tak hanya lahan pertanian padi yang terimbas dari kemarau panjang, kemarau juga berdampak pada minimnya pasokan air bagi para petani cabai di sejumlah sentra produksi. Yang paling ekstrem, sejumlah petani di wilayah sentra cabai di Jawa membeli air tangki guna menjaga produksi tanaman cabainya.

Kasubdit Aneka Cabai dan Sayuran Buah Direktorat Jenderal Tanaman Hortikultura, Kementerian Pertanian (Kementan), Mardiyah Hayati mengatakan, saat ini sejumlah petani di wilayah sentra cabai mengeluhkan pasokan air yang minim. Kemarau yang panjang membuat sejumlah petani memutar otak mencari alternatif suplai air yang ada, sebab sejumlah sumber air yang ada telah kering.

Baca Juga

“Yang ekstrem bahkan ada (petani) yang beli air tangki. Itu (yang beli air) di Malang, Cianjur, dan Blitar,” kata Mardiyah saat dihubungi Republika.co.id, Jumat (26/7).

Mardiyah mengatakan, apabila tersedia suplai air dari sumber-sumber yang berada dekat dari wilayah tanam cabai, hal itu masih dapat diupayakan dengan teknik pipanisasi. Sehingga air dari sumber mata air dapat mengaliri tanaman. Realitanya, jarak lahan tanam yang jauh dari sumber mata air serta tren mengeringnya sumber air itu menyebabkan petani kesulitan mendapatkan pasokan air.

Dia mencontohkan, di Cianjur dan Blitar satu-satunya sumber air bagi petani cabai dari gunung sekitar. Air dari mata air gunung itu dialirkan melalui gravitasi, hanya saja permasalahan jarak mata air dengan lahan pertanian cabai cukup jauh. Dia juga menyampaikan, terdapat sejumlah keluhan dari petani-petani cabai Magelang sebab suplai air dari sungai-sungai mereka telah kering.  

“Risikonya mereka (petani Magelang) tidak bisa panen secara maksimal cabainya nanti,” kata dia.

Hanya saja dia menegaskan, di beberapa wilayah sudah ada petani yang melakukan panen. Tersedianya suplai air menjadi faktor keberhasilan panen tersebut sehingga mampu menyuplai produksi ke pasar. Berdasarkan catatan Petani Champion Cabai, data pasokan cabai dari sentra ke sejumlah pasar di Jabodetabek pada (25/7), antara lain 87,52 ton cabai merah kering, 71,37 ton cabai rawit merah, dan 12,30 ton cabai merah besar.

Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda menilai, tren kenaikan harga cabai dikhawatirkan bakal menyumbang inflasi yang tajam pada bulan ini. Mengingat, cabai merupakan salah satu komoditas pangan yang menjadi bahan dapur utama masyarakat Indonesia.

“(Harga cabai yang mahal) pasti akan berpengaruh terhadap inflasi,” kata Nailul.

Menurut dia, faktor kelangkaan suplai menjadi alasan pemerintah mengapa harga cabai terus melonjak. Namun fenomena melonjaknya harga cabai di pasar dinilai sangat aneh mengingat beberapa pekan lalu harga cabai di tingkat petani justru anjlok drastis hingga Rp 2.500 per kg. Saat itu, dia menjabarkan, alasan pemerintah karena adanya kelebihan suplai.

Untuk itu dia melihat dengan adanya pergerakan harga yang fluktuatif, harusnya pemerintah perlu menjaga harga dan stok cabai sebagai antisipasi. Adapun cara yang perlu diterapkan pemerintah, menurut Nailul, adalah dengan menjalankan program resi gudang yang mandek alias tidak berjalan optimal.

Sebagai catatan, menurut dia, program resi gudang idealnya perlu dilengkapi dengan fasilitas cold storage untuk barang-barang yang mudah rusak atau busuk. Pemerintah juga diimbau untuk mengembangkan sistem resi gudang guna dapat memberikan kepastian harga bagi petani dan pendataan stok cabai di pasar secara akurat.

“Nantinya ini (program resi gudang) bisa berkolerasi dengan stabilitas harga,” kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement