Rabu 24 Jul 2019 02:34 WIB

Lobi Dagang ke Cina, Negosiator Perlu Bawa Data Akurat

Pemerintah mengharapkan Cina memberi kemudahan atas ekspor komoditas nasional.

Rep: Imas Damayanti/ Red: Friska Yolanda
Ilustrasi ekspor impor.
Foto: ANTARA FOTO/Didik Suhartono
Ilustrasi ekspor impor.

REPUBLIKA.CO.ID, Agar Defisit tak Melebar, Negosiator ke Cina Harus Dibekali Data Akurat

JAKARTA -- Negosiasi dagang yang dilakukan pemerintah ke Cina dinilai harus dibekali dengan kemampuan data dan hitung-hitungan yang akurat. Sebab jika salah perhitungan, hal itu diproyeksi bakal memperlebar defisit neraca perdagangan bagi Indonesia.

Baca Juga

Pengamat Perdagangan Internasional dari Universitas Indonesia Fithra Faisal menilai, pemerintah perlu membekali tim negosiator Indonesia dengan kemampuan data yang baik. Hal itu karena di tengah situasi perang dagang yang berlangsung, Cina akan memanfaatkan akses pasar di kawasan Asia untuk melempar produk besi dan bajanya yang terkena tarif tinggi dari Amerika Serikat. 

“Karena ketika bernegosiasi ini, mereka (Cina) juga akan menegosiasikan produk-produk mereka yang lain ke kita,” kata Fithra saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (23/7). 

Sebagai catatan, saat ini pemerintah tengah melakukan lobi dagang dengan Cina untuk memasukkan sejumlah komoditas ekspor. Pemerintah mengharapkan agar Cina dapat memberi kemudahan atas ekspor sarang burung walet, buah-buahan tropis seperti nanas, buah naga, alpukat, durian, serta produk perikanan Indonesia. 

Menurut Fithra, mayoritas produk-produk yang dinegosiasikan pemerintah merupakan produk dengan nilai tambah yang minim. Belum lagi produk-produk tersebut memiliki saingan yang cukup besar di tingkat Asia. Meski, dalam konteks hitungan komparatif komoditas buah-buahan Indonesia masih berpeluang masuk alias berpenetrasi ke pasar Cina. 

Harusnya, kata Fithra, pemerintah mempertimbangkan opsi ekspor produk-produk yang memiliki nilai tambah tinggi serta kompetisi pasar yang minim. Dia mencontohkan, ekspor furnitur merupakan salah satu sektor yang harus dipertimbangkan pemerintah. Sebab, menurut dia, kekuatan produk Indonesia adalah di ciri khas produknya yang sulit disamakan oleh produk negara lain. 

“Secara saingannya kita tidak terlalu kalah (jika furnitur), apalagi pasarnya adalah pasar premium. Dan pasar furnitur Cina peluangnya besar karena tidak menetapkan aturan yang berbelit seperti Eropa,” kata dia. 

Kendati demikian dia menambahkan, langkah pemerintah dalam melakukan negosiasi merupakan hal yang positif. Dalam rangka menggenjot kinerja ekspor, menurut Fithra berbagai upaya memang perlu dicoba. 

Dalam keterangan persnya, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita dalam lawatannya ke Cina membahas hambatan perdagangan yang dihadapi Indonesia. Enggar bersama Minister of General Administration of Custom China (GACC) Ni Yuefeng, di Kantor GACC Beijing, Cina sepakat membentuk joint working group.

Lewat pendekatan tersebut, Enggar meyakini nilai ekspor Indonesia akan meningkat. “Dengan pendekatan yang kita lakukan dan persetujuan dari GACC bisa segera kita dapatkan, maka akan meningkatkan ekspor,” kata Enggar. 

Dia memproyeksi, peningkatan ekspor ke Cina dengan produk-pdoruk yang ditawarkan nilainya sekitar 1 miliar dolar AS. Terlebih, kata Enggar, nilai ekspornya dapat bertambah apabila produk seafood bisa diizinkan masuk.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement