REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisaris Independen PT Krakatau Steel, Roy Maningkas resmi mengajukan permohonan pengunduran diri kepada Kementerian BUMN selaku pemegang saham perseroan. Pengunduran diri Roy lantaran respons Kementerian BUMN yang negatif terhadap kritik dan saran atau dissenting opinion proyek blast furnace yang tengah digarap perseroan.
Roy mengatakan, surat permohonan pengunduran diri telah disampaikan kepada Kementerian BUMN beserta dissenting opinion pada 11 Juli 2019. Namun, dissenting opinion yang dimaksudkan untuk menyelamatkan kinerja perseroan agar tak merugi tidak disambut baik Kementerian BUMN.
Terkait permohonan pengunduran diri, Roy mengatakan telah disetujui oleh Kementerian BUMN pada Senin, 22 Juli 2019 dan efektif 30 hari setelah surat diajukan, atau tepatnya 11 Agustus 2019 mendatang.
"Saya sudah mengajukan permohonan pengunduran diri. Kementerian BUMN juga tidak senang dengan sikap dissenting opinion saya. Seolah saya disalahkan," kata Roy kepada wartawan di Kementerian BUMN, Selasa (23/7).
Dissenting opinion yang disampaikan Roy berkaitan erat dengan proyek pabrik peleburan baja tanur tinggi atau blast furnace yang dimulai sejak 2011 silam. Proyek tersebut didirikan agar perseroan bisa memproduksi hot metal.
Namun, dalam keberjalanannya, proyek tersebut mengalami banyak masalah. Nilai investasi Krakatau Steel yang semula direncanakan Rp 7 triliun membengkak menjadi Rp 10 triliun. Selain itu, penyelesaian proyek terlambat 72 bulan dari rencana semula.
Adapun pembangunannya, Krakatau Steel menggandeng kontraktor asal Cina, Capital Engineering and Research Incorporation Limited atau MCC CERI.
Roy yang telah menjadi Komisaris Independen Krakatau Steel sejak 2015 telah menentang proyek tersebut. Ia bahkan telah menyampaikan permasalahan proyek itu kepada Kementerian BUMN selaku pemegang saham sebanyak tiga kali agar ada kebijakan untuk mengantisipasi kerugian perseroan. Namun, respons positif tidak diberikan oleh Kementerian BUMN
Pada 15 Juli 2019, atau empat hari setelah surat permohonan pengunduran diri diajukan, Kementerian BUMN melalui Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis dan Media, Fajar Harry Sampurno, menyatakan akan bersama-sama untuk mendukung Krakatau Steel agar menjadi lebih baik.
Namun, beberapa hari setelahnya, Krakatau Steel justru bakal melakukan uji coba blast furnace dalam waktu dua bulan bersama pihak kontraktor. Roy mengatakan, secara standar minimal waktu uji coba dilakukan dalam waktu enam bulan.
Dipilihnya waktu selama dua bulan lantaran bahan baku untuk uji coba tidak mencukupi. Karena itu, uji coba tersebut sangat berbahaya dan berpotensi merugikan Krakatau Steel. Sementara, pihak kontraktor bisa memilih lepas tangan karena setelah uji coba dua bulan sekaligus dilakukan penyerahan proyek.
"Pada tanggal 15 Juli 2019 itu saya bisa saja bersedia meneruskan masa jabatan sampai habis tahun 2020. Tapi setelah mendengar kabar uji coba itu. Saya bulat untuk mundur," ujarnya.