Rabu 17 Jul 2019 21:03 WIB

Pemerintah Siapkan Regulasi Perketat Barang Impor E-Commerce

Diduga barang yang dijual melalui marketplace e-commerce didominasi oleh barang impor

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Nidia Zuraya
ecommerce
ecommerce

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah mulai menyiapkan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) sebagai pedoman untuk memperketat arus lalu lintas barang impor yang dipesan melalui platform e-commerce. Menteri Koordinator Perekonomian, Darmin Nasution, mengatakan, pihaknya bersama Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian Perdagangan, serta Kementerian Keuangan tengah meninjau perkembangan masuknya barang impor melalui pemesanan di e-commerce.

Pemerintah, kata Darmin, harus memiliki kesamaan pandangan dalam mengatur masalah tersebut. "Kita sedang melakukan review, kita sedang siapkan RPP (Rancangan Peraturan Pemerintah) walaupun masih belum final sekali," kata Darmin saat ditemui di Kantor Kemenko Perekomian, Selasa (17/7).

Baca Juga

Darmin menilai, diduga barang yang dijual melalui marketplace didominasi oleh barang impor. Namun memang, sifatnya berbeda-beda. Ia menjelaskan, sebagian barang yang dijual berasal dari pasar bebas di dalam negeri. Namun, pada dasarnya itu merupakan barang-barang impor.

Ada juga sebagian barang yang langsung diimpor ketika dipesan oleh konsumen melalui platform marketplace. Selain itu, Darmin menyebut, juga terdapat produk-produk yang dikumpulkan di luar negeri lalu dikirim ke Indonesia ketika telah dipesan.

Oleh sebab itu, ia mengakui pemerintah juga harus memiliki tolok ukur dari negara lain khususnya dalam upaya menyaring serbuan barang-barang impor. Darmin menyebut, Malaysia, Thailand dan Australia dijadikan tolok ukur pemerintah untuk menerbitkan kebijakan terhadap barang impor melalui e-commerce.

"Artinya kita mau mengukur impor barang yang terjadi melalui e-commerce itu ada filternya tidak di kita. Ada mekanismenya tidak. Kalaupun ada, apakah mekanisme itu tetap bisa ditembus oleh barang-barang impor yang masuk," ujarnya.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Kementerian Keuangan, Heru Pambudi mengatakan pihaknya juga bakal memintai data transaksi dari seluruh pelaku marketplace di Indonesia. Data tersebut akan digunakan untuk mengetahui lalu lintas barang impor langsung yang memiliki kewajiban membayar pabean. 

Data tersebut kemudian diintegrasikan dengan sistem elektronik yang saat ini sudah dimiliki Direktorat Bea dan Cukai untuk mengontrol lalu lintas barang. Lewat data yang tersambung itu, pihaknya dapat langsung mengetahui harga barang sebelum dan setelah dikenakan bea masuk.

"Bagi e-commerce yang tidak mau bergabung dengan program ini pasti akan menjadi disinsentif karena kita akan pakai cara lain untuk memastikan harga barang," kata Heru.

Hal itu, kata dia, sekaligus untuk mendorong iklim persaingan usaha yang setara. Sebagaimana diketahui, barang-barang impor yang tidak membayar bea masuk akan merugikan keberadaan produk dalam negeri yang mengikuti kewajiban perpajakan.

"Intinya kita ingin level playing field di antara semua pihak dari pemain e-commerce, domestik, dan tradisional. Kita harus perhatikan produksi nasional, walaupun tidak bisa dihindari beberapa konsumen memerlukan produk luar negeri," kata Heru. 

Heru mengatakan, pemerintah harus mampu membuat keseimbangan di antara kepentingan dari semua sektor di tengah arus ekonomi digital yang terus berkembang.

Dari sisi kepabeanan yang menjadi domain Kemenkeu, Heru mengatakan, segala potensi pelanggaran dalam perdagangan barang impor harus dicegah. Bea Cukai, lanjut dia, membutuhkan data jumlah transaksi, bukan besaran nilai transaksi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement