Rabu 17 Jul 2019 10:26 WIB

Biodiesel Eliminasi Rantai Suplai BBM dari Luar Negeri

Dengan pemanfaatan biodiesel, negara bisa menghemat hingga 3 miliar dolar AS.

Rep: Muhammad Nursyamsyi/ Red: Friska Yolanda
Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar (kanan)
Foto: ANTARA FOTO/Aprillio Akbar
Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar (kanan)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar mengatakan impor Bahan Bakar Minyak (BBM) bisa dikurangi, salah satunya dari hilir migas dengan peningkatan pemanfaatan biodiesel. Arcandra menyampaikan, saat ini, uji coba penggunaan B30 sedang berlangsung dan diharapkan dapat mengurangi impor BBM.

Menurut Arcandra, dengan energi ramah lingkungan ini, rantai suplai yang dari luar negeri sudah bisa dieliminasi. "Kita mampu menghasilkan kebutuhan energi kita yang berasal dari kemampuan dalam negeri," ujar Arcandra saat Workshop Pemanfaatan Minyak Sawit Untuk Green Fuel Dalam Mendukung ketahanan Energi dan Kesejahteraan Petani Sawit di Auditorium Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Jakarta, Selasa (16/7).

Baca Juga

Arcandra menjelaskan kebutuhan solar dalam negeri sekitar 30 juta kilo liter setahun. Dengan pemanfaatan biodiesel saat ini (B20), sekitar 6 juta kilo liter FAME dapat menggantikan solar. Hal ini diyakini dapat menghemat hingga 3 miliar dolar AS.

Ia menegaskan perlu adanya usaha terus menerus untuk mengurangi impor BBM dalam negeri. Seiring pertumbuhan ekonomi, kebutuhan akan BBM terus meningkat dan jika tidak diimbangi dengan ketersediaan di dalam negeri maka kebutuhan impor akan membesar.

"Hari demi hari impor kita akan membesar kalau kita tidak ada usaha untuk menguranginya. Sekitar 36 juta dolar AS per hari kita impor, setahun sekitar 10 atau 11 miliar dolar AS kita impor. Kalau dengan adanya pertumbuhan, maka 11 miliar dolar AS ini akan terus meningkat dari tahun ke tahun," ucap Arcandra.

Di sisi lain, di hulu migas upaya terus dilakukan pemerintah dalam memperbaiki iklim sektor ESDM. Arcandra menerangkan bahwa sebelumnya pada 2015 dan 2016 lelang blok migas yang masih menggunakan skema cost recovery tidak ada yang laku. Namun pada 2017, skema cost recovery diubah menjadi gross split dan lima blok eksplorasi langsung diminati oleh investor yang disusul kemudian pada 2018 terdapat sembilan blok migas yang diminati.

Hingga Juni 2019, kata Arcandra, sebanyak 42 kontrak kerja sama migas telah menggunakan skema gross split. "Lima di antara kontrak tersebut merupakan amandemen dari cost recovery menjadi gross split dan ini merupakan perbaikan dari sisi hulu," kata Arcandra menambahkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement