REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso mengakui sulitnya untuk memberantas rentenir. Ia menyebut alasan rentenir sulit diberantas karena antara pihak peminjam dan memberikan pinjaman saling merasakan manfaat meski harus terbebani dengan bunga yang besar.
"Gimana melarangnya? Itu sudah bertahun-tahun ekosistem itu terjadi dan saling menguntungkan, yang pinjam untung karena ke bank ga boleh masuk," ujar Wimboh saat menghadiri seminar Mencari Format Fintech Yang Ramah Konsumen di Bursa Efek Indonesia, Selasa (16/7).
Ia menceritakan ketika datang ke suatu pasar, hampir seluruh pedagang meminjam uang ke rentenir. Kondisi itu didasari atas keperluan yang mendesak sementara akses untuk bank sangat sulit.
Berhubung hanya rentenir saja yang menyediakan uang dengan cepat tanpa syarat-syarat yang rumit, maka pedagang lebih memilih meminjam uang secara mudah meski bunga yang harus dibayarkan hampir setengahnya.
"Saya pernah datang ke pasar di Boyolali, pedagangnya semuanya pinjamnya ke rentenir. Jadi siapa yang perlu di sana boleh pinjam, tidak pakai jaminan, tidak pakai KTP karena mereka sudah saling mengenal," kata dia.
Di sisi lain, menurut Wimboh, alasan para rentenir sulit diberantas karena mereka mampu mengambil pasar yang tidak bisa diakses oleh perbankan. "Itu mau ditangkep lebih banyak dari yang mau nangkepnya. Mereka nggak nyalahi aturan tapi etika," katanya.
Menurut Wimboh, kondisi serupa terjadi pula pada aplikasi teknologi finansial (Tekfin). Saat ditemukan adanya kejanggalan kemudian OJK memblokirnya, Tekfin ilegal tinggal kembali membuat aplikasi baru.
Ia juga menyoroti adanya pelanggaran etika baik dari aplikasi maupun peminjam. Tekfin ilegal bisa memberikan pinjaman tanpa ada batas nominal, sementara si peminjam bisa mengajukan pinjaman hingga beberapa kali dalam satu periode tertentu.
"Yang pinjam nggak punya etika, ditagih ribut mengadu kemana-mana. Apalagi teknologi, kita larang dia bisa sembunyi di mana saja," kata dia.