Ahad 14 Jul 2019 14:39 WIB

Indef: Penerapan Pajak Industri Digital Perlu Asas Keadilan

Saat ini pelaku ekonomi digital banyak yang menjual produknya di luar platform

Rep: Novita Intan/ Red: Nidia Zuraya
Pajak/ilustrasi
Foto: Pajak.go.id
Pajak/ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menilai pemerintah kurang menerapkan asas keadilan dalam menerapkan pajak digital bagi pelaku ekonomi. Sebab, selama ini pemerintah berpatokan pengenaan pajak industri digital yang berplatform resmi terdaftar.

Ekonom Indef Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan saat ini pelaku ekonomi digital banyak yang menjual produknya di luar platform seperti sosial media Instagram atau Facebook.

Baca Juga

“Pemerintah kurang menerapkan asas keadilan bagi pelaku ekonomi digital, karena mereka melihat pajak digital hanya untuk e-commerce yang resmi dan terdaftar. Padahal, yang jualan di sosial media banyak dan potensinya akan besar juga,” ujarnya ketika dihubungi Republika, Ahad (14/7).

Menurutnya pemerintah harus melakukan pendekatan ke pelaku ekonomi digital. Semisal, memudahkan prosedur pembayaran pajak bagi pelaku ekonomi digital.

“Kemudahan pembayaran pajak ini untuk penjual dan konsumen. Diperlukan juga pemerintah membentuk With Holding Tax, untuk mengetahui adminitasi pembayaran pajak,” ucapnya.

Bhima mengakui penerapan pajak digital sulit dilakukan pemerintah. Setidaknya dibutuhkan beberapa strategi matang seperti mengcapture data secara komprehensif terkait ekonomi digital baik platform resmi dan di luar platform atau sosial media.

“Sektor industri digital memang sulit dikenakan pajak. Dulu ada aturan pajak untuk e-commerce namun sekarang tidak berjalan, karena kesulitan dikenakan pajaknya. Sosial media jumlahnya cukup besar, ini yang menimbulkan pertentangan bagi teman-teman e-commerce karena merasa platformnya dikenakan pajak,” ungkapnya.

Diharapkan, adanya pembentukan dua direktorat pajak yang baru dapat meningkatkan data perpajakan khususnya pelaku ekonomi digital. Namun, menurut Bhima, pemerintah harus menunggu data Badan Pusat Statistik (BPS) yang akan menghitung potensi pelaku ekonomi digital khususnya perdagangan e-commerce.

“Tapi sampai sekarang datanya juga belum keluar. Soal data dulu aja baru berbicara adminitrasi perpajakannya. Sehingga pemerintah bisa mengatur pelaku ekonomi digital untuk jualannya melalui kerja sama antar platform. Nanti si platform dari penjual e-commerce maupun sosial media akan meneruskan pembayaran pajak ke DJP. Jadi adminitasinya lebih mudah dilakukan, jadi tidak mempersulit ruang gerak penjual dari e-commerce,” paparnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement