Rabu 10 Jul 2019 10:33 WIB

Indef: Pemberian Super Deduction Tax Harus Tepat Sasaran

Insentif super deduction tax diberikan ke industri padat karya berorientasi ekspor

Rep: Novita Intan/ Red: Nidia Zuraya
Data perpajakan ditampilkan saat konferensi pers di Kementerian Keuangan, Jakarta. Pemerintah memperluas cakupan industri yang bisa mendapat insentif pajak. (ilustrasi)
Foto: Wihdan Hidayat/Republika
Data perpajakan ditampilkan saat konferensi pers di Kementerian Keuangan, Jakarta. Pemerintah memperluas cakupan industri yang bisa mendapat insentif pajak. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah telah menerbitkan regulasi baru mengenai pemberian insentif super deduction tax. Insentif ini diberikan untuk industri padat karya yang berinvestasi dalam pendidikan vokasi dan kegiatan penelitian dan pengembangan (Litbang).

Pemberian insentif ini ditetapkan melalui penerbitan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45 Tahun 2019 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan.

Baca Juga

Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menilai pemberian insentif bagi industri padat karya memang perlu dilakukan, utamanya memang untuk mendorong investasi di industri tersebut. Namun, insentif tersebut perlu tepat sasaran.

"Sebetulnya untuk insentif padat karya yang dikeluarkan pemerintah saat ini melalui PP 45/2019 sudah besar sekali dan menyasar pada pemotongan pajak penghasilan. Namun demikian, hal tersebut masih belum cukup. Insentif fiskal tidak cukup untuk mendorong investasi industri padat karya," ujar Ekonom Indef Andry Satrio Nugroho ketika dihubungi Republika, Rabu (10/7).

Menurutnya jika bersaing untuk upah murah, tentu Indonesia akan kalah dengan negara-negara berkembang baru seperti Vietnam salah satunya. Diperlukan adanya insentif non-fiskal yang perlu diberikan semisal dorongan SDM dapat berkompetisi dan bersaing dengan tantanga industri saat ini.

"Pekerjaan rumahnya ada dua, bagaimana bisa membuat tenaga kerja terampil di SMK dapat terserap oleh industri dan kontribusi lulusan berlatar belakang SMK dapat meningkat," ucapnya.

Apalagi menurut Andry saat ini masih menghadapi lulusan terbanyak yang berlatar belakang sekolah dasar (SD) yang dicerminkan sebagai unskilled labor. "Sangat kecil sekali kemungkinan untuk dapat terserap oleh industri kita," ungkapnya.

Berdasarkan laman Sekretariat Kabinet, pemberian insentif ini ditetapkan melalui penerbitan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45 Tahun 2019 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan. Penerbitan PP yang merupakan revisi dari Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 ini dilakukan untuk mendorong investasi pada industri padat karya, mendukung program penciptaan lapangan kerja dan penyerapan tenaga kerja Indonesia.

Selain itu, juga dilakukan untuk mendorong keterlibatan dunia usaha dan dunia industri dalam penyiapan sumber daya manusia yang berkualitas, meningkatkan daya saing, serta mendorong peran dunia usaha dan dunia industri dalam melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan.

Kegiatan penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia bertujuan untuk menghasilkan invensi, menghasilkan inovasi, penguasaan teknologi baru, atau alih teknologi bagi pengembangan industri untuk peningkatan daya saing industri nasional.

Peraturan Pemerintah (PP) ini juga mencantumkan fasilitas pengurangan penghasilan neto atas penanaman modal baru atau perluasan usaha pada bidang usaha tertentu yang merupakan industri padat karya dan belum mendapatkan fasilitas insentif yang dimaksud dalam pasal 31A UU Pajak Penghasilan.

Penerbitan PP yang telah ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo pada 26 Juni 2019 ini akan ditegaskan melalui penerbitan Peraturan Menteri Keuangan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement