Senin 08 Jul 2019 16:04 WIB

Ditegur Presiden Soal Impor Migas, Ini Jawaban Rini Soemarno

Saat permintaan migas naik maka impor turut naik.

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Friska Yolanda
Presiden Joko Widodo (kiri) didampingi Wakil Presiden Jusuf Kalla (kanan) bersiap memimpin sidang kabinet paripurna di Istana Bogor, Jawa Barat, Senin (8/7/2019). Pada Sidang Kabinet Paripurna tersebut presiden mengajak para pemangku kepentingan untuk menyelesaikan program kerja yang belum tuntas, menaikkan neraca perdagangan serta meningkatkan investasi.
Foto: ANTARA FOTO/Wahyu Putro A
Presiden Joko Widodo (kiri) didampingi Wakil Presiden Jusuf Kalla (kanan) bersiap memimpin sidang kabinet paripurna di Istana Bogor, Jawa Barat, Senin (8/7/2019). Pada Sidang Kabinet Paripurna tersebut presiden mengajak para pemangku kepentingan untuk menyelesaikan program kerja yang belum tuntas, menaikkan neraca perdagangan serta meningkatkan investasi.

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno memilih irit bicara setelah mengikuti sidang kabinet di Istana Kepresidenan Bogor, Senin (8/7) sore. Dalam sidang bersama seluruh jajaran menteri Kabinet Kerja tersebut, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memang sempat menegur sejumlah menteri, termasuk Rini, lantaran kinerja perdagangan yang terus merosot. Hal ini ditengarai akibat dari stagnannya nilai ekspor plus tingginya impor komoditas migas. 

Menanggapi teguran Presiden, Rini berjanji untuk mengevaluasi penyebab tingginya impor migas pada Mei 2019, sebagai penyumbang defisit perdagangan. Selain itu, Rini juga mengakui bahwa permintaan migas memang sedang tinggi sehingga impor pun cenderung ikut naik. 

Baca Juga

"Kalau ditegur mah enggak apa-apa. Ya kita harus lebih kerja keras mengingat impor kita turun, tapi lebih turun lagi ekspor kita. Migas kan memang kalau demand naik otomatis kita impornya banyak. Ya kita akan lihat kenapa bulan Mei naik," ujar Rini di Istana Bogor, Senin (8/7). 

Sidang kabinet yang dipimpin Jokowi siang tadi memang lebih banyak menyoroti soal capaian ekonomi dalam setahun belakangan. Salah satu pembahasan utama adalah turunnya kinerja perdagangan. Jokowi pun membeberkan angka-angka yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) mengenai kinerja ekspor dan impor. 

Mengutip data dari BPS, Presiden mengungkapkan bahwa nilai ekpsor Januari hingga Mei 2019 mengalami penurunan 8,61 persen (secara tahun ke tahun/yoy). Begitu pula dengan nilai impor di periode yang sama turun 9,23 persen (yoy). Secara menyeluruh, ujar Jokowi, perdagangan nasional sepanjang Januari-Mei 2019 mengalami defisit hingga 2,14 miliar dolar Amerika Serikat (AS).

"Coba dicermati angka-angka ini dari mana kenapa impor jadi sangat tinggi, kalau didetailkan lagi migasnya ini naiknya gede sekali. Hati-hati di migas Pak Menteri ESDM yang berkaitan dengan ini, Bu Menteri BUMN yang berkaitan dengan ini, karena ratenya yang paling banyak ada di situ," tegur Presiden dalam sidang kabinet. 

Presiden juga meminta seluruh menteri terkait untuk mencari peluang-peluang baru untuk ekspor menyusul terjadinya perang dagang antara AS dan Cina. Jokowi menilai, peluang masuknya komoditas Indonesia ke AS cukup besar, mengingat pembatasan produk Cina yang masuk ke sana. 

"Ini kesempatan kita menaikkan kapasitas dari pabrik-pabrik, dari industri-industri yang ada. Tapi sekali lagi pemerintah semestinya memberikan insentif yang terhadap peluang ada," kata Jokowi. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement