Rabu 03 Jul 2019 12:51 WIB

Ekonom: Penurunan Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Realistis

Pada kuartal pertama 2019, pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya 5,07 persen.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Nidia Zuraya
Ilustrasi Pertumbuhan Ekonomi
Foto: pixabay
Ilustrasi Pertumbuhan Ekonomi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Peneliti dari Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Eisha Maghfiruha Rachbini menilai, penurunan proyeksi pertumbuhan ekonomi yang dilakukan pemerintah merupakan tindakan realistis. Khususnya dalam menghadapi kondisi global saat ini, terutama perang dagang yang memang mengkhawatirkan seluruh perekonomian dunia.

"Dengan penurunan proyeksi, pasar juga pasti melihat bahwa pemerintah waspada terhadap ancaman eksternal," ujar Eisha ketika dihubungi Republika, Rabu (3/7).

Baca Juga

Pada kuartal pertama, pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya 5,07 persen. Angka tersebut jauh dari ekspektasi pasar. Ketika sekarang targetnya lebih realistis, Eisha mengatakan, diharapkan pemerintah dapat lebih fokus dengan target baru. Output pertumbuhan pun tidak terlalu jauh dari yang diharapkan, sehingga pasar tidak bergejolak.

Eisha menyebutkan, faktor eksternal masih menjadi tantangan besar dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia. Dalam hal ini adalah dampak perang dagang dan perekonomian global yang melambat.

Bank Dunia pun melakukan koreksi pertumbuhan global dari 2,9 persen ke 2,6 persen. "Ini memberikan tekanan lebih besar kepada ekspor kita yang sebelumnya di kuartal pertama juga sudah negatif," tuturnya.

Perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan China juga dinilai Eisha semakin intens. AS menerapkan tarif dari 10 persen menjadi 25 persen untuk barang China. Perlambatan ekonomi China yang menjadi mitra dagang utama Indonesia turut berdampak terhadap kinerja ekspor.

Seiring dengan pertumbuhan ekonomi dunia yang melambat, harga komoditas juga ikut melambat karena permintaannya menurun. Kinerja ekspor yang bergantung besar pada komoditas menjadi terdampak signifikan. Eisha menilai, kondisi ini juga menjadi ancaman terhadap ekonomi keseluruhan.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani memproyeksikan, pertumbuhan ekonomi sampai akhir tahun berada di kisaran 5,2 persen. Angka tersebut lebih kecil 0,1 persen dibanding dengan target yang tercatat di APBN 2019, yakni 5,3 persen.

Sementara itu, Sri juga memperkirakan, pertumbuhan ekonomi pada kuartal kedua mencapai 5,02 hingga 5,13 persen. Angka ini menurun signifikan dibanding dengan pencapaian realisasi periode yang sama pada tahun lalu, yakni 5,27 persen.

Proyeksi pada kuartal kedua tersebut lebih tinggi dibandingkan realisasi kuartal pertama tahun ini, 5,07 persen. Penyebabnya, pertumbuhan konsumsi yang diperkirakan mengalami perbaikan melalui bantuan sosial kepada masyarakat menengah ke bawah. Begitupun dengan pertumbuhan investasi yang diprediksi membaik setelah masa pemilu usai.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement