Ahad 30 Jun 2019 09:22 WIB

Rusia dan Arab Saudi Sepakat Kurangi Produksi Minyak

Rusia dan Arab Saudi sepakat terapkan kesepakatan OPEC kurangi produksi minyak

Rep: Rossi Handayani/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Presiden Rusia, Vladimir Putin saat tiba di Jepang.
Foto: Junko Ozaki/Kyodo News via AP
Presiden Rusia, Vladimir Putin saat tiba di Jepang.

REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Presiden Rusia, Vladimir Putin mengatakan Rusia telah sepakat dengan Arab Saudi untuk memperpanjang enam hingga sembilan bulan kesepakatan dengan OPEC tentang pengurangan produksi minyak. Ini disampaikan saat harga minyak berada di bawah tekanan baru dari meningkatnya pasokan Amerika Serikat (AS) dan melambatnya ekonomi global.

"Kami akan mendukung ekstensi, baik Rusia dan Arab Saudi. Sejauh menyangkut perpanjangan, kami belum memutuskan apakah akan enam atau sembilan bulan. Mungkin sembilan bulan," kata Putin, yang bertemu putra mahkota di sela-sela pertemuan puncak G20 di Jepang, dilansir dari Guardian, Ahad (30/6).

Baca Juga

Putin, berbicara setelah pembicaraan dengan putra mahkota Saudi, Mohammed bin Salman, mengatakan pada konferensi pers bahwa kesepakatan yang akan berakhir pada Ahad akan diperpanjang dengan volume yang sama. Menteri Energi Saudi, Khalid al-Falih, mengatakan pada Ahad bahwa kesepakatan itu kemungkinan besar akan diperpanjang sembilan bulan, dan tidak ada pengurangan yang diperlukan.

Organisasi Negara Pengekspor Minyak, Rusia dan produsen lain, aliansi yang dikenal sebagai OPEC+, bertemu pada 1-2 Juli untuk membahas kesepakatan, yang melibatkan pembatasan produksi minyak sebesar 1,2 juta barel per hari. Amerika, produsen minyak terbesar di dunia di depan Rusia dan Arab Saudi, tidak berpartisipasi dalam pakta tersebut.

"Saya pikir kemungkinan besar perpanjangan sembilan bulan," ucap Falih. Ditanya tentang pemotongan yang lebih dalam, "Saya tidak berpikir pasar membutuhkan itu," kata dia.

Perpanjangan sembilan bulan akan berarti kesepakatan berakhir pada Maret 2020. Persetujuan Rusia berarti kelompok OPEC+ dapat mengadakan pertemuan dengan lancar jika produsen terbesar ketiga OPEC, Iran, juga mendukung pengaturan tersebut.

Sanksi baru AS terhadap Iran telah mengurangi ekspornya saat Washington berupaya mengubah apa yang disebut rezim korup di Teheran. Iran mengecam sanksi itu sebagai ilegal dan menyatakan Gedung Putih dijalankan oleh orang-orang terbelakang mental.

Kepala eksekutif Dana Investasi Langsung Rusia yang membantu merancang kesepakatan OPEC-Rusia, Kirill Dmitriev mengatakan pakta yang berlaku sejak 2017 telah mengangkat pendapatan anggaran Rusia lebih dari 110 miliar dolar AS.

"Kemitraan strategis dalam OPEC+ telah mengarah pada stabilisasi pasar minyak dan memungkinkan keduanya untuk mengurangi dan meningkatkan produksi tergantung pada kondisi permintaan pasar, yang berkontribusi pada prediksi dan pertumbuhan investasi di industri," kata Dmitriev.

Menteri Energi Rusia, Alexander Novak, mengatakan dia yakin sebagian besar anggota OPEC, termasuk Iran, telah menyatakan dukungan untuk memperpanjang kesepakatan pengurangan produksi. Dia mengungkapkan kebijaksanaan untuk memperpanjang perjanjian dengan sembilan daripada enam bulan untuk menghindari peningkatan output selama permintaan musiman yang lemah.

"Mungkin masuk akal untuk mempertahankan kesepakatan itu selama periode musim dingin," katanya kepada wartawan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement