Kamis 27 Jun 2019 18:06 WIB

Genjot Penyaluran Beras, Bulog Siap Bersaing dengan Swasta

Salah satu kelebihan Bulog adalah kemampuan menyalurkan ke daerah terluar.

Rep: Imas Damayanti/ Red: Friska Yolanda
Pekerja mengangkat beras di Gudang Bulog Makassar, Sulawesi Selatan, Jumat (31/5).
Foto: Antara/Yusran Uccang
Pekerja mengangkat beras di Gudang Bulog Makassar, Sulawesi Selatan, Jumat (31/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dengan total beras yang tersimpan di gudang Bulog sebanyak 2,3 juta ton, Perum Bulog mengaku siap menjalankan persaingan dengan swasta untuk menggenjot penyaluran. Selain melalui operasi pasar dan program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) yang dijalankan Kementerian Sosial (Kemensos), Bulog menegaskan siap mencari alternatif penyaluran layaknya swasta.

Direktur Komersial Perum Bulog Judith Dipodiputro mengatakan, kapasitas Bulog sebagai lembaga yang menjaga stabilitas harga dan pasokan sudah terbukti sejak didirikannya Bulog pada 2003. Dia menyebut salah satu kelebihan yang dimiliki Bulog adalah mampu menyalurkan pasokan ke wilayah terpencil, terdalam, dan tertinggal (3T).

Baca Juga

“Ketika di daerah nggak ada pasokan, apakah swasta mau bertindak? Nyatanya, hanya Bulog yang mampu mengakses itu,” kata Judith saat ditemui dalam pameran Agro Pangan, di Jakarta Convention Center (JCC) Senayan, Jakarta, Kamis (27/6).

Artinya, kata dia, selama ini Bulog sudah memiliki kapasitas yang jauh lebih mampu dibandingkan  dengan swasta. Sehingga, apapun opsi penyaluran yang dimungkinkan dilakukan oleh Bulog akan segera dilakukan. Sebab, komitmen menjaga stabilitas harga tak sepenuhnya dilakukan oleh swasta.

Dia mencontohkan, terkait dengan impor bawang putih yang mana 100 persennya diserahkan kepada swasta justru tak dapat mengubah lonjakan harga yang berlarut-larut. Hal itu, kata dia, merupakan indikasi tiadanya komitmen menjaga harga oleh swasta tak selayaknya Bulog.

Terkait dengan penyaluran beras Bulog melalui ekspor, pihaknya menyatakan pemerintah masih perlu melakukan penjajakan. Alasannya, saat ini pemerintah masih perlu memfokuskan terlebih dahulu kebutuhan dalam negeri untuk mengantisipasi kebutuhan beras di masa paceklik.

“Ya mungkin kita akan terus aktif mencari solusi yang dimungkinkan untuk penyaluran, seperti inovasi melalui beras renceng,” kata dia.

Seperti diketahui, sejak 2018 Bulog meluncurkan program beras renceng dengan berat sebesar 200 gram dengan harga Rp 2.500. Judith menjabarkan, penyaluran melalui inovasi tersebut mampu menjangkau masyarakat dengan pendapatan menengah ke bawah, terutama yang berada di wilayah pelosok.

“Hitungannya secara ekonomi, (beras renceng) itu sangat menguntungkan masyarakat. Berbagai upaya akan kita lakukan untuk penyaluran ini,” kata Judith.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement