REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Anggaran (Banggar) DPR RI menyetujui pengajuan besaran defisit anggaran dalam Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara (APBN) Tahun 2020 sebesar 1,52 persen sampai 1,75 persen terhadap total produk domestik bruto (PDB). Namun, Banggar memberikan 'pintu' bagi pemerintah jika ingin menambah defisit anggaran selama untuk keperluan belanja yang produktif.
Sesuai peraturan perundang-undangan, batas maksimal defisit anggaran dalam APBN tahunan yakni 3 persen. Wakil Ketua Banggar DPR RI, Said Abdullah, mengatakan, pemerintah diperbolehkan jika ingin memaksimalkan defisit anggaran batas maksimal tersebut.
"Defisit anggaran Malaysia 7 persen, Filipina 6 persen, Vietnam 5 persen. Kita dikasih maksimal 3 persen tapi yang diajukan hanya 1,5 persen. Kita ini negara yang sombong," kata Said dalam Rapat Kerja di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (25/6).
Said secara langsung menyebut, Menteri Keuangan Sri Mulyani tak perlu khawatir disebut sebagai 'ratu utang'. "TIdak perlu takut, selagi utang itu untuk kegiatan produktif," ujar Said.
Namun, disamping memberikan izin untuk menambah defisit anggaran, Banggar meminta agar pemerintah mulai tahun depan dapat mengelola subsidi energi sesuai perencanaan. Khususnya terkait subsidi gas elpiji 3 kilogram (kg) yang sampai dengan saat ini diperjualbelikan secara bebas.
Ia mengatakan, pengeluaran negara untuk subsidi harus benar-benar tetap sasaran agar efisiensi penggunaan kas negara meningkat. Dengan begitu, pos-pos anggaran sektor produktif yang lebih membutuhkan pembiayaan dapat lebih diprioritaskan.
Sebagaimana diketahui, pemerintah memutuskan untuk kembali menerapkan defisit anggaran. Kebijakan itu dilakukan agar Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara (APBN) tetap ekspansif namun tetap terukur dari segi pengeluaran.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, Suahasil Nazara, mengatakan, dengan diputuskannya penerapan defisit anggaran, maka pada tahun depan pemerintah akan menutup kekurangan kebutuhan belanja negara lewat pembiayaan utang. Meski demikian, Suahasil menegaskan, pembiayaan utang negara harus lebih rendah dari tahun 2019.
"Pembiayaan utang kita terus menurun dari 2017 sampai dengan 2019. Kita harapkan tahun 2020 pembiayaan utang juga terus menurun," kata Suahasil.
Menurut dia, dengan tren pembiayaan utang yang ditargetkan kembali mengalami penurunan pada 2020, total utang pemerintah dipastikan masih berada di rentang 29-30 persen terhadap PDB. Level tersebut, masih jauh di bawah batas maksimal sesuai undang-undang sebesar 60 persen terhadap PDB.