REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Maskapai nasional Sriwijaya Air menantikan insentif bagi industri penerbangan yang dijanjikan pemerintah. Insentif itu akan sangat berpengaruh terhadap kemampuan maskapai untuk menurunkan tarif tiket pesawat.
Direktur Utama Sriwijaya Air, Joseph Adriaan Saul, mengatakan, rata-rata harga tiket yang diterapkan saat ini telah berada di atas biaya produksi. Dengan kata lain, tiket harga tiket penerbangan Sriwijaya Air saat ini memberikan keuntungan bagi perusahaan.
Namun, keuntungan tersebut sangat tipis. "Secara rata-rata (harga jual tiket) di atas biaya produksi. Maksimal tiga persen di atas (biaya produksi)," kata Joseph saat dihubungi Republika.co.id, Ahad (23/6).
Melihat minimnya keuntungan dari penjualan tiket penumpang itu, Sriwijaya tidak memiliki ruang yang besar untuk dapat menurunkan tarif tiket seperti yang diharapkan pemerintah maupun konsumen. Kecuali, kata Joseph, jika beban operasional maskapai dikurangi lewat pemberian insentif.
Sriwijaya Air berharap, insentif fiskal seperti Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas bahan bakar, fasilitas bandara, tarif sewa ruangan, serta biaya pendaratan bisa diturunkan oleh pemerintah bersama para pihak terkait. "Iya, mudah-mudahan bisa turun," tuturnya.
Joseph mengatakan, pada dasarnya Sriwijaya Air sebagai maskapai medium service nasional selalu patuh dengan segala aturan yang diberlakukan oleh pemerintah. Termasuk terkait aturan tarif tiket pesawat yang belakangan terus menjadi pembicaraan publik.
Sejauh ini, Joseph mengklaim pihaknya telah menjual tiket sesuai dengan permintaan pasar domestik. Namun, masih tetap dalam koridor tarif batas bawah dan batas atas transportasi udara sebagaimana ditetapkan Kementerian Perhubungan. Peran insentif amat strategis menolong maskapai agar dapat menurunkan lagi tarifnya.
Pada akhir pekan lalu, Kementerian Koordinator Perekonomian menetapkan tiga arahan kebijakan untuk mengatasi masalah industri penerbangan. Khususnya mengenai mahalnya tiket pesawat rute domestik. Menteri Koordinator Perekonomian, Darmin Nasution, mengatakan, arahan pertama yakni menurunkan tiket pesawat khusus maskapai berbiaya rendah atau low cost carrier. Kebijakan itu hanya ditujukan untuk waktu-waktu tertentu.
Arahan kedua yakni meminta semua pemangku kepentingan untuk bekerja sama menurunkan biaya yang menjadi komponen pengeluaran industri penerbangan. Baik dari maskapai, pengeloa bandara Angkasa Pura I dan II, hingga Pertamina sebagai satu-satunya penyedia bahan bakar avtur.
Adapun kebijakan terakhir yang diputuskan yakni pemberian insentif fiskal. Saat ini, insentif yang dijanjikan tersebut tengah memasuki tahap finalisasi. Darmin menyebut insentif itu di antaranya berupa keringanan jasa persewaan, perawatan dan perbaikan pesawat udara serta impor pengenaan atas pesawat udara dan suku cadang.