REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati akan terus memantau dinamika kondisi geopolitik dan ekonomi global yang masih diliputi ketidakpastian. Hal ini dilakukan agar tidak berdampak negatif kepada kinerja ekonomi dalam negeri.
Sri Mulyani dalam jumpa pers mengatakan, harapan atas redanya tekanan mulai muncul setelah adanya spekulasi turunnya suku bunga acuan The Fed (Fed Fund Rate). Penurunan FFR tersebut bisa memberikan implikasi terhadap meningkatnya aliran modal ke pasar negara berkembang dan mendorong penguatan nilai tukar mata uang.
Di sisi lain, terdapat anomali, karena situasi perang dagang antara AS dengan Cina belum memberikan kejelasan terhadap kinerja perdagangan global. "Di satu sisi volatilitas mereda, tapi dari sisi eksekutif, eskalasi perang dagang meningkat," ujar Sri Mulyani, Jumat (21/6).
Untuk itu, ia mengharapkan adanya hasil positif dari pertemuan Presiden AS Donald Trump dan Presiden Cina Xi Jinping dalam pertemuan G20 di Jepang. Dua peristiwa yang mempengaruhi kondisi global ini terus menjadi perhatian Indonesia terutama perang dagang yang menjadi penyebab lesunya kinerja ekspor maupun impor.
Lesunya perdagangan nasional ini bahkan telah memberikan dampak kepada perlambatan pertumbuhan penerimaan perpajakan hingga akhir Mei 2019. Hampir seluruh komponen penerimaan pajak tumbuh melambat kecuali penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 dan Orang Pribadi.
Dalam menghadapi kondisi ini, Sri Mulyani memastikan adanya pengelolaan keuangan negara secara hati-hati, terukur dan transparan guna menjaga APBN tetap kredibel. Salah satunya dengan menjaga defisit anggaran tidak melebihi target yang ditetapkan dalam APBN sebesar Rp 296 triliun atau 1,84 persen terhadap PDB.