Sabtu 22 Jun 2019 05:30 WIB

Pemerintah Belum Lihat Urgensi Mengubah APBN 2019

Saat ini pemerintah terus memantau pelaksanaan APBN 2019 secara konsisten

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Nidia Zuraya
Menteri Keuangan Sri Mulyani (tengah) dalam konferensi pers mengenai kinerja APBN sampai akhir Mei 2019 di kantornya, Jakarta, Jumat (21/6).
Foto: Republika/Adinda Pryanka
Menteri Keuangan Sri Mulyani (tengah) dalam konferensi pers mengenai kinerja APBN sampai akhir Mei 2019 di kantornya, Jakarta, Jumat (21/6).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Askolani menilai, pemerintah belum menilai urgensi perubahan terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019. Pemerintah setidaknya akan memantau kinerja sampai akhir semester pertama untuk mempelajari apakah APBN Perubahan perlu dilakukan atau tidak.

Askolani menjelaskan, sampai saat ini pemerintah terus memantau pelaksanaan APBN 2019 secara konsisten yang akan menentukan arahan dari kebijakan apakah ada perubahan atau tidak. "Dalam satu bulan ke depan, pemerintah akan sampaikan kinerja semester satu dan outlook 2019 terlebih dahulu," tuturnya dalam konferensi pers mengenai kinerja APBN di kantornya, Jakarta, Jumat (21/6).

Baca Juga

Posisi outlook ini juga dapat dilihat lebih dalam apakah terjadi perubahan secara signifikan atau tidak yang dapat menjadi pertimbangan untuk melakukan perubahan terhadap APBN P.

Di sisi lain, Askolani menambahkan, Kemenkeu juga sudah memiliki pekerjaan rumah lain yang menjadi pertimbangan untuk melakukan APBN P. Dalam beberapa bulan ke depan, Kemenkeu harus membahas dokumen Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) 2020. Bulan depan, pihaknya juga harus menyelesaikan laporan semester satu yang akan dibahas bersama DPR.

Ketiga, Kemenkeu juga harus menyampaikan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) 2018 dalam bentuk Undang-Undang. Terakhir, Askolani menjelaskan, pemerintah juga menyampaikan rancangan Undang-Undang APBN 2020. "Tentunya substansi cukup padat ini jadi salah satu pertimbangan langkah ke depan," katanya.

Sementara itu, Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Luky Alfirman memastikan, pemerintah terus berusaha mengantisipasi risiko yang terjadi pada APBN secara utuh. Tidak hanya risiko pada penerimaan, juga perbelanjaan maupun pembiayaan.

Luky menjelaskan, instrumen fiskal sebagai stimulus ekonomi terus diberikan sebagai countercylical. Artinya, berfungsi sebagai penyangga atau buffer untuk mengantisipasi apabila terjadi kondisi yang berpotensi mengganggu stabiltias ekonomi dan sistem keuangan.

Berbagai upaya terus dilakukan, termasuk pemberian insentif di sektor properti. Kemudian, Luky menambahkan, pemerintah melakukan percepatan restitusi yang juga menjadi stimulus bagi dunia usaha. "Kalaupun ada dinamika risiko seperti short fall, akan terus dipantau," tuturnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement