Jumat 21 Jun 2019 14:43 WIB

Dampak Perang Harga Transportasi Daring di Indonesia

Perang harga antaroperator transportasi daring juga terjadi di Filipina dan Thailand

Rep: Rahayu Subekti/ Red: Nidia Zuraya
Ojek Online (Ilustrasi)
Foto: Republika
Ojek Online (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom Universitas Indonesia (UI) Harryadin Mahardika menjelaskan banyak dampak yang akan terjadi jika para operator transportasi online atau daring terus melakukan perang harga. Terutama jika diskon yang diberikan dalam waktu jangka panjang.

"Karena peran harga dalam jangka panjang akan memberikan beberapa hal yang sifatnya negatif dalam hal persaingan," kata Harryadin dalam sebuah diskusi yang digelar Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) di Jakarta, Jumat (21/6).

Baca Juga

Dia menjelaskan jika berkaca seperti di Filipina dan Thailand, persaingan terjadi antara operator transportasi daring yang sdengan melakukan perang harga. Saat persaingan selesai, kata Harryadin, yang terkena dampak selanjutnya adalah konsumen atau pengguna transportasi daring.

"Tentu kita tidak mau seperti itu, satu pemain saja yang kuat setelah perang harga tapi pada akhirnya benefit yang diterima konsumen turun," jelas Harryadin.

Seperti di Singapura, Harryadin mengatakan saat sudah dikuasi Grab lalu tarif transportasi daring sejak Maret dan Juni 2019 hingga saat ini terus mengalami kenaikkan. Bahkan kenaikkannya sudah mencapai 10 sampai 11 persen.

Untuk itu, Harryadin menegaskan jika pemerintah tidak segera mengatur penerapan diskon yang diberlakukan operator transportasi daring maka pada akhirnya akan merugikan banyak pihak. "Karena yang dilakukan pemotongan harga sangat besar sekali mungkin ada juga program bayar satu rupiah atau diskos 70 persen," ungkap Harryadin.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement